Intelegensi dan Kognisi

Intelegensi dan Kognisi


        Dalam membahas fungsi otak terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan psikometri dan pemrosesan informasi . Pendekatan psikometri melahirkan istilah Inteligensi dan IQ (Intelligent Quotient) dan pendekatan pemrosesan informasi melahirkan istilah Kognisi (Cognition). Pendekatan psikometri berdasarkan aspek strukturalnya, sedang pendekatan kognisi berdasarkan aspek prosesnya. 

        Unit analisis dalam pendekatan psikometri adalah faktornya, unit analisis dalam pendekatan kognisi adalah komponen-komponen pemrosesan informasi. Pendekatan psikometri disebut juga teori psikometri, karena basisnya terletak pada studi mengenai perbedaan-perbedaan individu atau diferensiasi dari kemampuan-kemampuan individual yang tersembunyi. Keberadaan kemampuan yang tersembunyi tersebut hanya dapat diidentifikasi melalui teknik matematis yang disebut analisis faktor. 

        Penerapan teori ini dalam tes-tes inteligensi dimulai dengan sebuah matriks interkorelasi atau analisis kovarian. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi sumber-sumber “laten” yaitu variasi yang tersembunyi dalam skor-skor tes yang dicapai. Pada gilirannya variasi tersembunyi ini kemudian diteorikan agar dapat memunculkan variasi-variasi yang dapat diamati dalam skor tes. Sumber-sumber laten yang dimiliki individu yang satu berbeda dari yang dimiliki individu lain, dan disebut faktor-faktor. Jadi perbedaan-perbedaan individu yang satu dengan yang lain yang muncul melalui performansi pada waktu tes-tes inteligensi dapat diubah kembali menjadi faktor-faktor. Masing-masing faktor tersebut mencerminkan kemampuan individu masing-masing.

Konsepsi inteligensi yang diukur melalui faktor-faktor sebagai kemampuan yang tersembunyi mengalami perkembangan. Perkembangan konsepsi tentang inteligensi dimulai dari pandangan Terman yang menyatakan bahwa inteligensi bersifat tunggal atau hanya terdiri dari satu faktor saja, yaitu kecerdasan umum. Selanjutnya Charles Spearman menemukan adanya dua faktor utama dalam inteligensi yaitu faktor g (general) dan faktor s (specific). Faktor g tercermin dalam performansi semua tugas intelektual, faktor s menyatakan dirinya dalam satu tugas intelektual saja yang relevan dengan tugas tertentu. Menurut Spearman faktor g lebih banyak bersifat genetis dan faktor s lebih banyak diperoleh melalui latihan dan pendidikan

        Selanjutnya akan diuraikan tentang definisi inteligensi, terutama dari pandangan Robert J. Sternberg. Menurut Stenberg (1997 dalam Soetarlinah Sukadji, 1998) berdasarkan survei yang diadakan tahun 1921, pada umumnya inteligensi berkaitan dengan: (1) kemampuan tingkat tinggi (seperti penalaran abstrak, representasi mental, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan), (2) kemampuan belajar dan (3) adaptasi untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Dua unsur penting dalam definisi tersebut adalah “kapasitas untuk belajar dari pengalaman“ dan ”kapasitas untuk beradaptasi dengan lingkungan”. Bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi merupakan kapasitas yang menentukan dalam inteligensi terlihat jelas dalam kasus-kasus retardasi mental (Soetarlinah Sukadji, 1998). Survei tahun 1986 menyimpulkan bahwa unsur yang penting dalam definisi inteligensi menyempit dengan menekankan unsur “adaptasi”. Tetapi dalam realitasnya manusia tidak hanya beradaptasi dengan lingkungan, tetapi juga memilih lingkungan, dan kadang-kadang membentuk lingkungan.

Dengan demikian definisi inteligensi mengarah pada kemampuan beradaptasi dengan tuntutan lingkungan, atau kreatif dan inovatif mengubah dan menemukan konteks baru. Selanjutnya definisi menurut saran Stenberg adalah: kemampuan mental yang dibutuhkan untuk adaptasi maupun membentuk dan memilih konteks lingkungan (Stenberg, 1997, dalam Soetarlinah Sukadji, 1998).


No comments:

Post a Comment

Dark Psychology (Narsissism)

Orang narsisis dikategorikan sebagai orang yang memiliki gambaran berlebihan tentang dirinya dan sering kecanduan berfantasi tentang dirinya...