Tahap Operasi Konkret (Umur 7 – 11 tahun) (Jean Piaget)

Tahap Operasi Konkret (Umur 7 – 11 tahun)

Tahap ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan aturan-aturan yang logis. Anak sudah memperkembangkan operasi-operasi logis. Operasi tersebut bersifat reversibel (dapat dibalik), artinya dapat dimengerti dari 2 arah, yaitu pemikiran yang dapat dikembalikan kepada awalnya lagi.

Misalnya, benda A dibuat menjadi benda B, dan dengan cara tertentu dapat dikembalikan pada benda A lagi. Pada Matematika, sifat reversibel tampak pada operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan (<), persamaan (=). Misalnya, bila A + B = C, maka dapat dibuat C – B = A. Operasi ini mengandung sifat kekekalan (konservasi) dan bersifat menyeluruh. Ciri utama tahap Operasi Konkret adalah adanya transformasi reversibel dan sistem kekekalan / konservasi. (Piaget & Inhelder, 1969).

Dengan telah berkembangnya sistem pemikiran logis, maka dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi, sehingga tidak menghadapi kesulitan menyelesaikan persoalan-persoalan konversi. Anak juga sudah lebih decentering yaitu menganalisis masalah dari berbagai segi. Tahap Operasi Konkret ditandai adanya sistem operasi berdasarkan apa yang kelihatan / nyata / konkret, belum yang bersifat abstrak apalagi yang bersifat hipotesis.

a. Transfomasi Reversibel

Pada tahap ini anak sudah mulai mengerti proses transformasi (perubahan). Anak tidak melihat setiap tahap perubahan sebagai yang berdiri sendiri tetapi sebagai satu kesatuan. Misalnya anak diberi benda yang berputar. Ia sudah dapat melihat seluruh proses berputarnya, bukan hanya kedudukan akhir dan kedudukan awalnya (Wadsworth, 1989).

Terdapat 2 (dua) macam reversibel pada tahap ini yaitu: inversi dan resipro k. Inversi adalah proses transformasi kebalikan, misalnya +A diinversi menjadi –A. Resiprok adalah proses transformasi pencerminan, misalnya A < B, adalah merupakan resiprok B > A.

Menurut Piaget, suatu transformasi selalu menunjuk bentuk tetap dari suatu sistem. Suatu yang tetap dari suatu sistem disebut skema kekekalan (konversi). Dalam eksperimen Piaget, proses inversi ditunjukkan sebagai berikut:

Lihat Gambar 8 !


Tiga bola dimasukkan ke silinder dengan urutan dari bawah ke atas (A, B, C) seperti nomor 1. Selanjutnya silinder diputar 1800. Bila ditanyakan kepada anak-anak, “Bagaimana sekarang urutan dari ketiga bola tersebut?”. Anak yang masih pada tahap PraOperasi menyatakan urutannya tetap yaitu A, B, C seperti nomor 2. Anak yang berada pada tahap Operasi Konkret menyatakan urutannya terbalik menjadi C, B, A seperti nomor 3. Jadi anak yang berada pada tahap Operasi Konkret sudah mengerti transformasi inversi, sedang yang berada pada tahap PraOperasi belum mengerti.

 Piaget memberikan contoh transformasi resiprok

Lihat Gambar 9 !

Ada dua gelas yang satu lebar, yang satu sempit tetapi tinggi. Anak yang sudah berada pada tahap Operasi Konkret mengetahui walaupun tinggi air tidak sama, tetapi volumenya tetap sama. Baginya air tidak berubah, karena lebar gelas dikompensasi dengan tinggi air, atau tinggi air dicerminkan dengan lebar gelas.

 

b. Sistem Kekekalan (Konversi)

Pada tahap ini (Operasi Konkret) anak sudah dapat mengerti adanya konsep kekekalan objek. Misalnya ada 2 gelas yang besarnya berbeda, (seperti gambar 9) kedalamnya dituangkan air yang sama volumenya. Anak dapat mengetahui volumenya sama walaupun tinggi air berbeda. Tinggi air tidak mengubah volume air. Meskipun ukuran gelas berbeda, volume air tetap sama. Piaget dalam penelitiannya menemukan 6 macam perkembangan kekekalan:

1). Kekekalan Bilangan

Pengertian kekekalan bilangan muncul pada umur 5 atau 6 tahun. Anak pada umur ini dapat mengadakan transformasi korespondensi (kesesuaian gagasan dengan realita). Misalnya anak diberi 8 dadu, dan disuruh menghitung, anak tahu jumlahnya tetap 8. Bila dadu-dadu tersebut diletakkan dalam kotak, dalam gelas, diatur dengan jarak lebih lebar, jumlahnya tetap 8.

2). Kekekalan Substansi

Kekekalan substansi muncul pada anak usia 7 atau 8 tahun. Pada umur ini anak sudah dapat menangkap bahwa substansi (banyaknya) suatu benda itu tetap. Substansi bungkalan lilin / lumpur tetap sama meskipun bentuknya diubah-ubah.

3). Kekekalan Panjang

Kekekalan panjang ini terjadi pada anak umur 7 atau 8 tahun. Anak dihadapkan pada sebuah tongkat lurus (A), lalu dipotong-potong (B), atau dibengkokkan (C).

Lihat Gambar 10!



Anak pada tahap Operasi Konkret sudah mengerti bahwa panjang tongkat tetap sama. Anak pada tahap sebelumnya tidak tahu bahwa A, B, C itu sama (mungkin B > C dan C < A).

4). Kekekalan Luas

Untuk meneliti kekekalan luas, Piaget menggunakan Lembu, dengan tempat rumput makanannya.

Lihat Gambar 11!

Pada gambar A, ada 2 tempat rumput yang sama besarnya dipisah. Sedang gambar B, 2 tempat rumput tersebut disusun dalam satu susunan, sehingga kelihatannya lebih besar / luas.Pertanyaan yang diajukan Piaget, “Lembu mana yang makan rumput lebih banyak ? Lembu A atau B ?”

Anak yang belum mempunyai konsep kekekalan luas, akan mengatakan lembu B makan rumput lebih banyak, karena tempat rumput B lebih luas daripada tempat rumput A. Anak yang sudah mempunyai konsep kekekalan luas, akan mengatakan bahwa lembu A dan B makan rumput yang sama, karena tempat A dan B sama luasnya. Hanya pada A dipisah, pada B disusun menjadi satu.

5). Kekekalan Berat

Kekekalan berat ini terjadi pada anak umur 9 atau 10 tahun. Kekekalan berat ini diteliti dengan tanah liat dibentuk dalam macam-macam bentuk.

Lihat Gambar 12!


Anak pada tahap Operasi Konkret mengerti bahwa tanah liat tersebut beratnya sama walaupun bentuknya berbeda, tetapi anak dibawah umur 9 tahun tidak mengerti bahwa beratnya tetap sama. Ia mengira tanah liat persegi panjang lebih ringan karena bentuknya kecil memanjang.

6). Kekekalan Volume

Ini terjadi pada anak umur 11 atau 12 tahun. Volume air tetap walaupun tempatnya dimasuki benda padat, sehingga tinggi permukaan air naik.


Lihat Gambar 13!

 

 

Anak pada tahap Operasi Konkret dapat mengetahui volume air tetap sama. Anak pada tahap sebelumnya masih mengira volume air bertambah setelah dimasuki benda padat. Kekekalan-kekekalan di atas didasarkan pada sifat inversi, karena bila air itu dikembalikan ke gelas semula tetap sama, resiprok, karena besarnya tanah liat walaupun kelihatan lebih kecil dan memanjang tetapi beratnya tetap sama. Identitas, volume air pada gambar 13, atau tanah liat pada gambar 12 tetap sama.

Tahap PraOperasi (umur 2 – 7 tahun) (Jean Piaget)

Tahap PraOperasi (umur 2 – 7 tahun)

Tahap ini dicirikan dengan adanya fungsi semiotik yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menjelaskan suatu objek yang tidak berada bersama subjek. Cara berpikir simbolik ini digunakan dengan bahasa mulai anak berumur 2 tahun. Dengan penggunaan bahasa, anak dapat mengungkapkan suatu hal yang tidak sedang dilihat. Ia juga dapat membicarakan sesuatu hal tanpa terkait pada ruang dan waktu dimana hal tersebut terjadi.

Piaget membagi perkembangan kognitif tahap PraOperasi dalam 2 bagian:

a) Umur 2 – 4 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran simbolis.

b) Umur 4 – 7 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran intuitif.

Selanjutnya akan diuraikan: pemikiran simbolis, bahasa, pemikiran intuitif, ciri-ciri tahap PraOperasi.

a. Pemikiran Simbiolis / Semiotik (Umur 2 – 4 tahun)

Pada umur 2 tahun, anak mulai dapat menggunakan simbol atau tanda untuk merepresentasikan benda yang tidak tampak dihadapannya. Ia dapat menggambarkan suatu benda atau kejadian yang sudah lalu.

Fungsi semiotik atau penggunaan simbol secara jelas tampak dalam 5 gejala berikut:

1) Imitasi tidak langsung

2) Permainan simbolis

3) Menggambar

4) Gambaran mental

5) Bahasa ucapan

Dalam gejala-gejala tersebut unsur imitasi (meniru) sangat menonjol dan menjadi dasar kelima gejala tersebut. Piaget membedakan antara simbol dan tanda. Simbol lebih menyamai dengan benda yang disimbolkan, seperti gambaran dan bayangan. Tanda merupakan sembarang benda yang digunakan tanpa ada kesamaan dengan yang ditandakan. Pemikiran simbolis berkembang pada waktu anak mulai suka menirukan sesuatu. Kemampuan menirukan ini akan membantu pembentukan pengetahuan simbolisnya.

1) Imitasi Tidak Langsung

Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang sebelumnya dialami atau dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri. Anak dapat menirukan sesuatu objek atau kejadian yang sekarang ini sudah tidak ada lagi. Pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak dibatasi oleh tindakan inderawi sekarang.

2) Permainan Simbolis

Pada tahap ini anak sudah dapat mulai bermain mobil-mobilan dengan balok-balok kecil. Ia akan memberi nama bagian-bagian mobil-mobilan seperti nama bagian mobil yang sesungguhnya. Seorang anak perempuan sudah mulai bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya itu anak atau adiknya. Inilah permainan simbolis. Sifat permainan ini imitatif, yaitu mencoba meniru objek atau kejadian yang pernah dialami.

3) Menggambar

Pada tahap ini anak mulai suka menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lain, misalnya mencorat-coret dinding dengan pensil, atau mencorat-coret di kertas. Pada awalnya tidak tampak jelas apa yang digambar, tetapi lama kelamaan gambarnya mulai agak jelas. Paling sedikit orang lain dapat mulai mengerti apa yang digambar.

Menggambar pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak, gambaran mental terletak pada usaha anak untuk meniru sesuatu yang riil. Di sini anak sudah mulai ingin mewujudkan barang yang riil dalam gambarnya.

Gambar anak biasanya realistis (menurut perspektif anak bukan perspektif sesungguhnya) tetapi tidak proporsional. Pada umur 8 tahun, anak baru dapat melihat perspektif (Wadsworth, 1989). Ia mulai mempunyai intuisi ruang (spatial) dan mengetahui sedikit tentang gambar topologi (bentuk-bentuk dasar geometris: bulat, lonjong, persegi). Lihat Gambar 1!


4) Gambaran Mental

Adalah penggambaran secara pikiran tentang suatu objek atau pengalaman yang lampau. Ini lebih merupakan persepsi. Piaget membedakan dua kategori gambaran mental: 1) gambaran reproduktif, 2) gambaran antisipatoris.

1. Gambaran reproduktif adalah gambaran terbatas untuk menunjukkan pemandangan atau objek yang telah diketahui sebelumnya.

2. Gambaran antisipatoris adalah gambaran yang menunjukkan gerakan, perubahan, atau transformasi, meskipun belum pernah dilihatnya.

Gambaran mental anak pada tahap praoperasi masih statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati. Baru setelah umur 7 tahun, anak mampu menghadirkan kembali gerakan atau transformasi sehingga ia dapat mengantisipasi gerakan atau transformasi dalam gambarnya.

Piaget menggunakan 5 kelereng berwarna putih dan hitam (lihat gambar 2!). Anak masih beranggapan bahwa kelereng hitam lebih banyak dari yang putih karena jarak yang hitam lebih lebar. Tetapi kalau keduanya disamakan jaraknya, anak mengatakan kelereng hitam dan putih sama jumlahnya. Perubahan jarak dianggap mengubah jumlah kelereng.


 


5) Bahasa Ucapan

Anak mulai menggunakan bahasa ucapan sebagai representasi benda atau kejadian. Mula-mula anak menggunakan satu kata sebagai satu kalimat, tetapi dengan cepat ia mengembangkan kemampuan berbahasa ucapan.

Pada umur 4 tahun, anak sudah lancar berbicara dan menggunakan tata bahasa dari bahasa ibunya (Wadsworth, 1989). Perkembangan bahasa ini sangat memperlancar perkembangan konseptual anak dan juga perkembangan kognitif anak.

 

b. Bahasa

1) Perkembangan Bahasa

Menurut Piaget berkembang bahasa pada tahap PraOperasi merupakan transisi dari sifat egosentris ke interkomunikasi sosial. Waktu masih kecil anak berbicara lebih egosentris yaitu berbicara dengan diri sendiri, ia tidak berniat berbicara dengan orang lain. Tetapi pada umur 6 atau 7 tahun anak mulai lebih komunikatif dengan teman-temannya.

Kebanyakan anak dalam budaya apapun mulai menguasai bahasa ibunya pada umur 4 tahun. Namun menurut Piaget, bahasa ucapan itu dipelajari dan bukan terjadi begitu saja. Motivasi anak mempelajari bahasa karena keinginan beradaptasi. Anak mengalami dengan mengucapkan satu kata, ia dapat berkomunikasi lebih efektif dengan orang tuanya, dan kebutuhan pribadinya terpenuhi. Akibatnya anak ingin lebih mengerti kata-kata yang lain supaya dapat lebih beradaptasi dengan lingkungan. Ini berarti bahasa ucapan mempunyai nilai langsung bagi hidupnya sehingga lebih sulit melupakan bahasa ibu yang dipelajari sejak kecil.

 

2) Penggunaan Bahasa

Ginsburg dan Opper (1988) membedakan penggunaan bahasa nonkomunikatif dan yang komunikatif. Ada tiga macam penggunaan bahasa yang nonkomunikatif:

a). Anak menirukan apa saja yang baru saja ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu pengulangan agar semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa disadari.

b). Anak berbicara sendirian (monolog). Anak suka berbicara sendirian sambil bermain.

c). Monolog ditengah kelompok teman-teman. Anak sering berbicara sendiri meskipun ia berada ditengah teman-temannya, tanpa bermaksud berhubungan dengan teman-teman yang lain.

Piaget memberikan arti bahasa monolog dalam dua hal:

a). Pemunculan harapan anak yang tidak terjadi. Anak menginginkan mempunyai mainan mobil-mobilan tetapi tidak terwujud. Lalu menganggap kotak biskuit sebagai mobil-mobilan.

b). Petunjuk bahwa kata dan tindakan seseorang belum terdeferensikan (terbedakan) secara penuh. Anak tidak membedakan antara realitas dan kata yang diucapkan.

Penggunaan bahasa yang lain adalah yang komunikatif. Anak-anak saling berbicara satu sama lain dan menanggapi apa yang dikatakan temannya, meskipun masih sering salah komunikasi.

Meskipun komunikatif, namun masih bersifat egosentris. Hal ini nampak dari beberapa unsur dalam bahasa anak:

a) Anak pada umur ini tidak mencoba memberikan bukti kepada orang lain tentang apa yang dikatakannya.

b) Anak tidak sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pemikiran yang berbeda dengan dirinya.

c) Anak tidak mengandaikan titik pandang orang lain. Ia bicara sendiri. Baginya yang ada adalah pandangannya sendiri.

d) Urutan ceritera anak masih kacau, dapat mulai yang terakhir atau sebaliknya. Kejadian diceriterakan tanpa urutan waktu secara sistematis.

e) Kausalitas dalam bahasa anak masih kacau, sering dua peristiwa yang tidak berhubungan digabung begitu saja.

f) Anak kadang-kadang melupakan pokok ceriteranya, tiba-tiba mengganti pembicaraan ditengah jalan atau selesai begitu saja. Ceritera anak terpotong-potong, tidak menyeluruh (Ginsburg & Opper, 1988).

3). Bahasa dan Pemikiran

Dengan bahasa pemikiran anak semakin diperluas. Piaget menyatakan terdapat 3 (tiga) perbedaan tingkah laku berdasarkan sensorimotor dengan bahasa representasional.

a). Urutan (sequence) dari pemikiran sensorimotor dibatasi oleh kecepatan tindakan sensorimotor, sehingga inteligensi sensorimotor sangat lambat. Bahasa membuat representasi inteligensi lebih cepat.

b). Adaptasi sensorimotor dibatasi dengan tindakan langsung seorang anak, sedangkan bahasa memungkinkan pemikiran dan adaptasi ke jarak yang lebih jauh dari tindakan sekarang (ruang dan waktu yang luas).

c). Inteligensi sensorimotor maju setapak demi setapak, sedangkan pemikiran dengan bahasa memungkinkan seorang anak berkembang dengan cepat.

Apakah dengan demikian bahasa menentukan pemikiran logis seseorang? Menurut Piaget bahasa tidak menentukan logika pemikiran anak, meskipun bahasa sangat penting. Studi tentang anak yang bisu tuli menunjukkan bahwa pemikiran logis anak tetap berkembang, meskipun bahasanya tidak berkembang.

4). Penalaran Anak pada umur 2 – 4 tahun

Terdapat 3 (tiga) macam penalaran dalam tahap PraOperasi (Ginsburg & Opper, 1988):

a). Penalaran merupakan ingatan singkat yang pernah dialami. Dalam menghadapi situasi yang pernah dialami, penalaran anak seperti yang pernah dialaminya secara nyata.

b). Keinginan anak dapat mengacaukan jalan pikiran.

Misalnya anak menginginkan jeruk, tetapi ibunya mengatakan “jeruknya masih hijau, belum matang”. Anak dapat menerima alasan ibunya. Pada waktu minum teh dan warnanya coklat, ia berteriak minta jeruk lagi. Ia berpikir boleh mendapatkan jeruk.

c). Transduktif (campuran antara deduktif dan induktif). Anak masih mencampurkan pemikiran deduktif dan induktif. Misalnya karena ia tidak tidur siang, maka berarti hari belum siang. Hari siang itu seakan-akan tergantung pada tidurnya anak.

c. Pemikiran Intuitif

Menurut Piaget (1981), pemikiran anak pada umur 4 sampai 7 tahun berkembang pesat ke arah konseptualisasi. Ia berkembang dari tahap simbolis dan prakonseptual ke permulaan operasional (pemikiran logis). Tetapi perkembangan itu belum penuh, karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap (masih semi simbolis) atau penalaran intuitif yang tidak logis. Anak masih mengambil keputusan hanya dengan “aturan-aturan intuitif” yang masih mirip dengan tahap sensorimotor.


Contoh lihat Gambar 3!.



Gelas A dan A1 sama besar dan volumenya. Anak disuruh memasukkan biji-bijian, sehingga tahu jumlah biji-bijian yang sama di A dan A1. Selanjutnya biji-bijian dari A1 dipindahkan ke B yang volumenya lebih besar dari A1 dan A tetap. Anak yang berumur 4 – 5 tahun mengatakan bahwa jumlah biji-bijian di B lebih sedikit daripada di A. Kemudian biji-bijian di B dipindahkan ke C yang lebih sempit dari B tetapi lebih tinggi.Anak ternyata mengatakan jumlah biji-bijian di C lebih banyak daripada di A karena ketinggiannya lebih daripada di A.

Disini anak hanya memperhatikan satu segi perbandingan, yaitu ketinggian gelas tanpa memperhatikan lebar atau luas gelas. Anak masih dipengaruhi pemikiran intuitif. Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tanpa dinalar lebih dulu. Begitu seorang anak berhadapan dengan sesuatu hal, ia mendapatkan gagasan dan langsung digunakan. Intuitif merupakan pemikiran imajinal atau sensasi langsung tanpa dipikir lebih dulu.

Kelemahan pemikirannya searah belum dapat berpikir dari berbagai segi dalam satu kesatuan. Mahasiswa ditugaskan mempresentasikan Ciri-ciri Pemikiran lain dari Tahap PraOperasi.

Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun) (Jean Piaget)

Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)

Pada tahap ini kognisi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya: melihat, meraba, mendengar, membau, dll. Anak belum dapat berbicara dengan bahasa, belum mempunyai bahasa simbol untuk mengungkapkan sesuatu.

Gagasan mengenai sesuatu benda berkembang dari tahap “belum mempunyai gagasan” menjadi “sudah mempunyai gagasan”. Gagasan mengenai suatu benda sangat berkaitan dengan konsep anak tentang ruang dan waktu, yang juga belum terkoordinasikan dengan baik.

Konsep anak tentang kaulitas (sebab akibat) berkembang dari “belum mempunyai konsep”. Konsep ini berkembang sejalan perkembangan konsep ruang dan waktu anak. Semakin anak memahami konsep Ruang dan Waktu secara lengkap, pemahaman konsep kaulitas berkembang secara benar.

Dari perkembangan konsep anak tentang benda, ruang, waktu dan kausalitas merupakan suatu proses yang berkembang bukan sesuatu yang sudah jadi sejak awal. Maka peran pendidikan menjadi penting dalam rangka membantu anak memahami alam semesta.

Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan presepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif untuk menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru ke dalam skema yang telah ada. Asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema, tetapi memperkembangkan skema. Akomodasi, dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman baru itu dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti itu orang tersebut akan mengadakan akomodasi, dengan cara:

a.  Membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru.

b.  Memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

Dalam meneliti tingkah laku masa kanak-kanak ini, Piaget menggunakan metoda gabungan, yaitu metoda naturalistik dan eksperimental formal.

Piaget membagi tahap sensorimotor dalam 6 periode:

1). Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)

2). Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)

3). Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)

4). Periode 4 : Koordinasi skemata (umur 8 – 12 bulan)

5). Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)

6). Periode 6 : Representasi (umur 18 – 24 bulan)


Tabel II. Skema Perkembangan Kognitif Tahap Sensorimotor

(Bandingkan Wadsworth, 1989; Gruber & Voneche, 1995)

Periode

Ciri Perkembangan Kognitif Umum

Konsep Benda

Konsep Ruang

Konsep Kausalitas

1.

Refleks

(umur 0 – 1 tahun)

* Refleks

Belum ada pembedaan

Fragmentasi, terpecah

- Egosentris

- Tidak ada kausalitas

2.

Kebiasaan

(umur 1 – 4 tahun)

* Kebiasaan

-Koordinasi tangan dan mulut

-Ikuti benda yang bergerak dan suara

-Imitasi awal

-Belum ada pembedaan gerakan diri dan benda luar

- Pembedaan awal

Mulai ada koordinasi ruang

-Belum ada pembedaan gerakan diri dan objek luar

-Kausalitas belum berkembang

3.

Reproduksi kejadian menarik (umur 4 – 8 tahun)

* Ulangi hal-hal yang menarik

-Koordinasi tangan dan mata

-Perbedaan sarana dan tujuan

-Pengertian dan pemahaman awal

- Mulai ada

-Antisipasi letak benda yang bergerak

-Klasifikasi benda awal

Ada koordinasi ruang

Dirinya sebagai penyebab semua kejadian

4.

Koordinasi skemata (umur 8 – 12 tahun)

* Perbedaan sarana dan tujuan

- Menemukan sarana baru

- Koordinasi skemata

-Permanensi benda

-Mencari benda-benda yang tersembunyi

Konsep ruang ada, tetapi masih berpusat pada dirinya.

Awal kausalitas dari luar

5.

Eksperimen

(umur 12 – 18 tahun)

* Penemuan sarana baru

- Adaptasi pada situasi baru

- Keingintahuan besar

- Permanensi benda

-Tahu pemindahan benda

Sadar akan hubungan antara benda-benda dalam ruang, antar benda dan dirinya.

Diri sebagai benda diantara benda-benda lain, sebagai objek tindakan

6.

Representasi

(umur 18 – 24 tahun)

* Representasi simbol mulai

- Koordinasi internal

- Meniru model yang baru atau yang tidak ada disitu

- Lengkap

-Tahu benda yang tidak tampak

Sadar akan gerakan

Sebab akibat disadari

Sumber : Suparno, P (2001:29). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta : Kanisius.



Dark Psychology (Narsissism)

Orang narsisis dikategorikan sebagai orang yang memiliki gambaran berlebihan tentang dirinya dan sering kecanduan berfantasi tentang dirinya...