Showing posts with label Psikologi Behaviorisme. Show all posts
Showing posts with label Psikologi Behaviorisme. Show all posts

Psikologi Behaviorisme (Psikologi Kognitif)

Psikologi Kognitif


Behaviorisme menyatakan bahwa psikologi harus menyingkirkan pandangan tentang kesadaran. Behaviorisme mempelajari perilaku yang nampak. Menurut behaviorisme, kesadaran mengandung pengertian yang meragukan (dubius). Kesadaran menurut behaviorisme tidak dapat diamati secara langsung. Ahli-ahli di luar behaviorisme menyatakan nahwa behaviorisme merupakan psikologi tanpa psyche. Behaviorism mempunyai pengaruh yang cukup luas di Amerika Serikat. Walaupun demikian selanjutnya timbul gerakan untuk kembali pada pandangan semula, yaitu pandangan yang menyatakan bahwa kesadaran adalah objek penelitian dan instropeksi sebagai metode penelitian. Pada tahun 1979 “The American Psychologist” mempublikasikan suatu artikel yang berjudul “Behaviorism and the Mind: A Call for a Return to Introspection” (Liberman dalam Schultz dan Schultz, 1992).
Beberapa bulan kemudian muncul pula artikel tentang “Consciousness” dalam majalah yang sama. Ini berarti terdapat suatu aliran yang dianut sekelompok ahli yang kemudian disebut Aliran Psikologi Kognitif, yang kembali ke pandangan bahwa kesadaran merupakan objek yang dipelajari dalam psikologi dan instropeksi merupakan metode penelitiannya. Dengan demikian manusia yang semula dipandang sebagai mesin yang ditentukan oleh stimulus dari luar, kembali dianggap bukan sekedar mesin.
Ahli yang dapat dipandang mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan psikologi kognitif adalah Jean Piaget (1896-1980). Piaget menitikberatkan pandangannya pada perkembangan kognitif anak yaitu bahwa perkembangan kognitif anak itu bertahap. Piaget sangat terkenal dalam psikologi perkembangan, khususnya perkembangan kognitif anak. 
Ahli yang dapat dipandang sabagai bapak psikologi kognitif adalah George Miller. Setelah meneliti tentang statistical learning theory, teori informasi dan usaha menstimulasi jiwa manusia (human mind) dengan komputer, Miller sampai pada kesimpulan bahwa behaviorisme tidak cocok. Menurut pendapatnya, terdapat kesamaan antara beroperasinya komputer dengan human mind. Selanjutnya objek yang dipelajari dalam psikologi adalah cognation.

Psikologi Behaviorisme (Psikologi Humanistik)

Psikologi Humanistik

Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai bapak dari psikologi Humanistik. Gerakan ini merasa tidak puas terhadap psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan memfokuskan penelitiannya pada manusia dengan ciri-ciri eksistensinya. 
Psikologi Humanistik mulai di Amerika Serikat pada tahun 1950 dan terus berkembang. Tokoh-tokoh Psikologi Humanistik memandang behaviorisme mendehumanisasi manusia. Psikologi Humanistik mangarahkan perhatiannya pada humanisasi psikologi yang menekankan keunikan manusia. Menurut Psikologi Humanistik manusia adalah mahluk kreatif, yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidak sadaran.
Maslow menjadi terkenal karena teori motivasinya, yang dituangkan dalam bukunya “Motivation and Personality”. Dalam buku tersebut diuraikan bahwa pada manusia terdapat lima macam kebutuhan yang berhirarki, meliputi:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
2.Kebutuhan-kebutuhan rasa aman (the safety needs / the security needs)
3. Kebutuhan rasa cinta dan memiliki (the love and belongingness needs)
4. Kebutuhan akan penghargaan (the self-esteem needs)
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dikatakan berhierarki karena kebutuhan yang lebih tinggi menuntut dipenuhi apabila kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah sudah terpenuhi.
Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi harus mempelajari kedalaman sifat manusia, selain mempelajari yang nampak, juga mempelajari perilaku yang tidak nampak; mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran. Instropeksi sebagai suatu metoda penelitian yang telah disingkirkan, harus dikembalikan lagi sebagai metoda penelitian psikologi. (Walgito, B. 2002:78)
Ada empat ciri psikologi yang berorientasi humanistik, yaitu:
Memusatkan perhatian pada person yang mengalami, dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.

Memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti kreativitas, aktualisasi diri, sebagai lawan pandangan tentang manusia yang mekanistis dan reduksionistis.

Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.
Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu (Misiak dan Sexton, 1988). Selain Maslow sebagai tokoh dalam psikologi humanistik, juga Carl Rogers (1902-1987) yang terkenal dengan client-centered therapy (Walgito, B).

Psikologi Behaviorisme (Psikoanalisis)

Psikoanalisis
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pendiri psikoanalisis. Menurut Freud pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan, merupakan sumber perilaku yang tidak normal/menyimpang. Pandangan Freud secara lengkap adalah sebagai berikut:
1. Kesadaran dan Ketidaksadaran
Sigmund Freud berpendapat bahwa kehidupan psikis terdiri dari: kesadaran (the conscious) dan ketidaksadaraan (the unconscious). Kesadaran dapat diibaratkan sebagai permukaan gunung es yang nampak. Jadi kesadaran itu merupakan bagian kecil dari kepribadian. Ketidaksadaran yang merupakan bagian kecil dari gunung es di bawah permukaan air mengandung insting-insting yang mendorong perilaku manusia. Menurut Freud ada bagian lain yang disebut prasadar (preconscious). Dalam preconscious stimulus-stimulus belum direpres, sehingga dapat dengan mudah ditimbulkan kembali dalam kesadaran.
Selanjutnya Freud mempunyai pandangan bahwa kepribadian terdiri dari Id, Ego dan Super ego. Id merupakan bagian primitif dari kepribadian Id mengandung insting seksual dan insting agresif. Id membutuhkan satisfaction dengan segera tanpa memperhatikan realitas yang ada, sehingga oleh Freud disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ego disebut prinsip realitas (reality principle). Ego menyesuaikan diri dengan realitas. Sedang Super ego merupakan prinsip moral (morality principle), yaitu mengontrol perilaku dari segi moral.

2. Insting dan Kecemasan
Freud menyatakan insting terdiri dari insting untuk hidup (life instinct) dan insting untuk mati (death instinct). Life instinct mencakup lapar, haus dan seks, ini merupakan kekuatan kreatif dan oleh Freud disebut Libido. Sedang death instinct merupakan kekuatan destruktif. Hal ini dapat ditujukan kepada diri sendiri, menyakiti diri sendiri atau bunuh diri atau ditujukan keluar merupakan bentuk agresi.
Menurut Freud ada tiga macam kecemasan yaitu kecemasan objektif merupakan kecemasan yang timbul dari ketakutan terhadap bahaya nyata. Kecemasan neurotik merupakan kecemasan atau merasa takut akan mendapatkan hukuman atas keinginan yang impulsif. Kecemasan moral merupakan kecemasan yang berkaitan dengan moral. Seseorang merasa cemas karena melanggar norma-norma moral, inilah yang disebut kecemasan moral. 

Pandangan lain dari Sigmund Freud yang penting adalah tentang mekanisme pertahanan (defence mechanism). Mekanisme pertahanan ini bertujuan untuk menyalurkan dorongan-dorongan primitif yang tidak dapat dibenarkan oleh super ego dan ego. Mekanisme pertahanan ini berfungsi untuk melindungi super ego dan ego dari ancaman dorongan primitif yang mendesak terus karena tidak diijinkan muncul oleh super ego. Sembilan mekanisme pertahanan yang dikemukakan oleh Freud adalah : 1). Represi, 2). Pembentukan reaksi (Reaction Formation), 3). Proyeksi (Projection), 4). Penempatan yang keliru (Displacement), 5). Rasionalisasi (Rationalisation), 6). Supresi (Supression), 7). Sublimasi (Sublimation), 8). Kompensasi (Compensation), 9). Regresi (Regression) (dalam Sarwono, 2000 : 159-160).

1). Represi
Represi terjadi, misalnya, kalau seseorang mengalami suatu peristiwa, tetapi karena pengalaman itu ternyata mengancam/ bertentangan dengan super ego, maka pengalaman tersebut ditekan atau di repres masuk ke dalam ketidaksadaran dan disimpan agar tidak mengancam super ego lagi. Contoh : Seorang mahasiswa bertemu wanita cantik, putih, seksi di mal (mall) sehingga terangsang nafsu seksnya. Tetapi setelah lama diperhatikan ternyata wanita cantik itu adalah dosennya yang sudah bersuami. Setelah menyadari bahwa wanita cantik dan seksi tersebut adalah dosennya dan bahwa wanita itu sudah bersuami, maka nafsu seksnya tadi ditekan ke dalam ketidaksadaran karena hal itu bertentangan dengan norma-norma moral dan agama.
2). Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Reaksi seseorang yang sebaliknya dari yang dikehendaki, agar tidak melanggar ketentuan dari super ego. Contoh: Seorang ibu yang membenci anaknya karena sebenarnya kehadiran anak tadi tidak dikehendaki, atau saat anak itu dilahirkan, nyawa ibunya nyaris terenggut. Ibu tadi ingin membunuh anak tadi, tetapi super ego tidak membolehkannya. Karena itu, sang ibu justru bertindak sebaliknya, yaitu sangat menyayangi anak tadi. Kasih sayang ibu yang berlebihan membawa dampak kurang baik pada anak itu. Anak menjadi serba terkekang dan serba dilarang.
3). Proyeksi (Projection)
Karena super ego melarang seseorang mempunyai perasaan atau sikap negatif terhadap orang lain, maka ia berbuat seolah-olah orang lain yang mempunyai perasaan atau sikap negatif terhadap dirinya. Contoh : A membenci B, tetapi super ego melarang A membenci B (misalnya karena B adalah mertuanya), maka A mengatakan bahwa B yang membenci dia.
4). Penempatan yang Keliru (Displacement)
Kalau seseorang tidak dapat melampiaskan perasaan terhadap orang lain karena hambatan dari super ego, maka ia akan melampiaskan perasaan tersebut kepada pihak ketiga. Misalnya A tidak senang karena dimarahi B, tetapi A tidak dapat marah kembali kepada B, karena B adalah atasannya, maka kemarahannya dilampiaskan pada bawahannya (kepada C).
5). Rasionalisasi (Rationalisation)
Dorongan-dorongan yang sebenarnya dilarang oleh super ego, dicarikan dasar rationalnya sedemikian rupa, sehingga seolah-olah dapat dibenarkan. Contoh : Memukul anak sebenarnya tidak dibenarkan oleh super ego, tetapi seorang ayah tetap memukul anaknya dengan alasan untuk mendidik anaknya agar selanjutnya mempunyai tingkah laku yang lebih baik.
6). Supresi (Supression)
Supresi adalah upaya menekan sesuatu yang dianggap membahayakan atau bertentangan dengan super ego ke dalam ketidaksadarannya. Berbeda dari represi, dalam supresi hal yang ditekan atau disupresi adalah hal-hal yang timbul dari ketidaksadarannya sendiri dan belum pernah muncul dalam kesadaran. Contoh: Dorongan seksual dari anak laki-laki terhadap ibunya (dorongan Oedipoes Complex) yang menurut Freud terdapat pada setiap anak, biasanya tidak muncul dalam kesadaran karena bertentangan dengan super ego atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Karena itu biasanya anak menekan (mensupresi) ke dalam ketidaksadarannya.
7). Sublimasi (Sublimation)
Dorongan-dorongan yang tidak dibenarkan oleh super ego dialihkan ke dalam bentuk perilaku yang lebih sesuai dengan norma-norma masyarakat. Contoh: Hasil korupsi adalah hasil perbuatan yang tidak dibenarkan oleh norma-norma masyarakat atau agama. Agar dia tidak dianggap sebagai seorang koruptor, ia lalu mengamalkan sebagian hasil korupsinya untuk membantu anak yatim piatu atau membantu pendirian rumah ibadah (perilaku sosial).
8). Kompensasi (Compensation)
Untuk menutupi kegagalannya dalam suatu bidang kelemahan atau dari bagian/organ fisiknya, ia membuat prestasi yang tinggi dalam bidang tersebut atau yang berkaitan dengan organ fisiknya. Dengan demikian egonya terhidar dari ejekan atau rasa rendah diri. Contoh: Seorang mahasiswi yang tidak cantik sehingga kurang berhasil menarik perhatian dari mahasiswa-mahasiswa teman kuliahnya, kemudian ia belajar tekun sekali sehingga mempunyai prestasi belajar yang tinggi. Walaupun ia gagal menarik perhatian dari teman-teman prianya tetapi ia tetap memperoleh kepuasan karena teman-teman prianya mengagumi kepandaiannya.
9). Regresi (Regression)
Untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap egonya, individu mundur kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah misalnya kembali pada masa kanak-kanak. Contoh: Anak yang sudah dewasa tetapi masih kencing dalam celana (ngompol). Ngompol adalah perilaku dalam masa kanak-kanak, padahal ia sudah dewasa. 
Pendapat lain dari Freud adalah bahwa setiap individu mempunyai seksualitas kanak-kanak (infantile sexuality) yaitu dorongan seksual yang terdapat pada bayi. Dorongan ini akan berkembang terus menjadi dorongan seksualitas pada orang dewasa, melalui beberapa tingkat perkembangan, yaitu:
- Fase oral (mulut): Pada fase ini kepuasan seksual terutama terdapat di sekitar mulut. Contoh: Perbuatan bayi menyusu pada ibunya atau memasukkan benda-benda ke dalam mulutnya adalah dalam rangka mencapai kepuasan seksual fase oral ini.
- Fase anal (anus): Pada fase ini kira-kira usia dua tahun, daerah kepuasan seksual berpindah ke anus. Contoh : Anak duduk di pispot sampai lama untuk menikmati kepuasan seksualnya pada anus.
- Fase phalic: Pada anak usia 6-7 tahun kepuasan seksualnya terdapat pada alat kelamin. Tetapi berbeda dengan kepuasan seks orang dewasa, kepuasan seks fase phalic ini tidak bertujuan mengembangkan keturunannya.
- Fase latent: Pada anak usia 7-8 tahun sampai menginjak awal masa remaja, seolah-olah tidak ada aktivitas seksual. Karena itu masa ini disebut fase latent (tersembunyi).
- Fase genital: Dimulai sejak masa remaja; segala kepuasan seks terutama berpusat pada alat kelamin.

Psikologi Behaviorisme (Psikologi Gestalt )

Psikologi Gestalt
          Max Wertheimer (1880-1943) dapat dipandang sebagai pelopor Psikologi Gestalt, bekerjasama dengan Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Ketiga tokoh ini mempunyai pemikiran yang sama atau searah.
Watson (tokoh Behaviorisme) menentang Wundt (strukturalisme) dan menentang digunakannya metoda introspeksi, karena dianggap hasilnya meragukan (dubious). Bersamaan dengan apa yang terjadi di Amerika, di Jerman juga terjadi arus yang menentang strukturalisme dari Wundt. Gerakan tersebut disebut aliran Gestalt yang dipelopori Max Wertheimer dengan artikelnya “On Apparent Movement” yang terbit pada tahun 1912. Aliran ini juga menentang aliran behaviorisme yang mempunyai pandangan yang elementeristik.
Menurut Gestalt baik strukturalisme maupun behaviorisme melakukan kesalahan, karena menggunakan reductionistic approach, keduanya mencoba membagi pokok bahasan menjadi elemen-elemen. Strukturalisme mereduksi perilaku dan berpikir sebagai elemen dasar, sedangkan behaviorisme mereduksi perilaku menjadi kebiasaan (habits) dan respons berkondisi atau secara umum dikatakan hubungan stimulus-respons. 

Aliran Gestalt tidak setuju dengan reduksi ini.Gestalt tidak melihat kesalahan pada metoda instropeksi. Aliran ini melihat kaum strukturalis membagi-bagi pengalaman menjadi elemen-elemen, yang menurut Gestalt pengalaman itu merupakan suatu kebulatan  yang berarti meaningful experience (Schultz dan Schultz, 1992). Seperti diketahui bahwa organisme itu memersepsi suatu keadaan atau dunia ini sebagi sesuatu yang berarti, sesuatu yang terorganisasi. Apabila fenomena ini dibagi-bagi menjadi elemen-elemen akan kehilangan maknanya. Karena itu Gestalt berpendapat bahwa fenomena perseptual dipelajari secara langsung dan secara bulat, tidak dibagi-bagi atau dianalisis lebih lanjut.

Pandangan pokok psikologi Gestalt adalah bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unit atau suatu Gestalt. Psikologi Gestalt semula timbul berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebut sebagai phi phenomena. Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak. Artinya walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak, tetapi sinar tersebut dipersepsi sebagai sinar yang bergerak. 

Dengan demikian dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri orang yang mempersepsi (perceptor). Ini berarti pada waktu mempersepsi sesuatu, individu tidak hanya bergantung pada stimulusnya saja, tetapi juga pada aktivitas individu yang menentukan hasil persepsinya. Pandangan psikologi Gestalt semula terbatas pada persepsi saja, tetapi kemudian berkembang dan berpengaruh pada aspek-aspek lain, antara lain dalam psikologi belajar.

Salah satu eksperimen dari psikologi Gestalt dalam psikologi belajar adalah eksperimen Kohler, yang dalam hal ini berkaitan dengan masalah problem solving. Kohler menggunakan simpanse sebagai hewan percobaan. Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi ketidak-seimbangan kognitif (cognitive disequilibrium); dan kondisi seperti ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu menurut psikologi Gestalt apabila terdapat ketidak-seimbangan kognitif, kondisi ini akan mendorong organisme mencapai keseimbangan (equilibrium). Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme (simpanse) memperoleh pemecahan masalahnya dengan pemahaman atau insight.

Eksperimen Thorndike organisme yaitu kucing sebagai hewan percobaan mendapatkan pemecahan masalah dengan trial and error, sedang Kohler organisme yaitu simpanse sebagai hewan percobaan  mendapatkan pemecahan masalah dengan insight.

Psikologi Behaviorisme John B. Watson (1878-1958)

John B. Watson (1878-1958)

Pandangan Watson dapat diikuti dalam artikelnya yang berjudul “Psychology as the Behaviorisnt Views It” dalam Psychological Review tahun 1913. Dalam artikel tersebut Watson mengemukakan antara lain tentang definisi psikologi, kritiknya terhadap strukturalisme dan fungsionalisme yang dipandang sebagai psikologi lama tentang kesadaran. 

Menurut Watson psikologi itu murni merupakan cabang dari pengetahuan alam (natural/science) eksperimental. Tujuan psikologi secara teoritis adalah memrediksi dan mengontrol perilaku, sehingga introspeksi bukan metoda yang dipergunakan. Yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran karena merupakan pengertian yang meragukan (dubious).
Eksperimen Watson yang paling terkenal adalah eksperimen dengan anak yang bernama Albert, berumur 11 bulan. Watson dan Rosali Rayner isterinya mengadakan eksperimen kepada Albert dengan menggunakan tikus putih dan gong beserta pemukulnya. Pada permulaan eksperimen Albert tidak takut pada tikus putih tersebut.
Pada kesempatan lain, saat Albert akan memegang tikus putih, gong dibunyikan dengan keras. Dengan suara keras tersebut Albert merasa takut. Keadaan tersebut diulangi beberapa kali, hingga akhirnya terbentuklah pada diri 

Albert rasa takut akan tikus putih itu. Berdasarkan eksperimen tersebut Watson berpendapat bahwa reaksi emosional dapat dibentuk dengan kondisioning. Rasa takut tersebut dapat dihilangkan lagi dengan cara menghadirkan tikus tersebut tahap demi tahap dalam situasi yang menyenangkan misalnya pada waktu Albert makan atau waktu nonton TV.

Psikologi Behaviorisme Burrhus Frederick Skinner (1994-1990)

Burrhus Frederick Skinner (1994-1990)

Untuk menjelaskan teorinya, Skinner mengadakan suatu percobaan yang disebut proses kondisioning operant. Percobaannya adalah sebagai berikut:
Tikus dimasukkan dalam sebuah kotak yang dibuat khusus untuk percobaan ini. Tikus akan bergerak ke sana ke mari, dan apabila secara kebetulan alat penekan (tombol) terinjak, maka akan keluar makanan (makanan merupakan stimulus tak terkondisi/UCS).
 Setelah percobaan ini beberapa kali diulang, tikus akan tahu bahwa dengan menekan tombol, makanan akan keluar. Maka tikus akan menekan tombol apabila membutuhkan makanan. Perbuatan menekan tombol tersebut disebut tingkah laku operant (respons tak terkondisi/UCR). Makanan disini merupakan reward (imbalan) dari tingkah laku menekan alat. Percobaan lebih lanjut makanan diberikan apabila tikus menekan alat dan apabila dinyalakan lampu. Selanjutnya kalau lampu tidak menyala, walaupun tombol ditekan makanan tidak diberikan. Sekarang tikus dapat membedakan kapan akan menekan alat dan kapan tidak menekan alat. Disini lampu menjadi stimulus diskriminasi.
Proses kondisioning (operant conditioning) tidak jauh berbeda dari kondisioning klasik (clasic conditioning) dari Pavlov. Keduanya terdapat stimulus dan respons tak terkondisi serta stimulus dan respons terkondisi. Tetapi dalam percobaan Pavlov anjing mengeluarkan air liur dalam kondisi pasif, sedang dalam percobaan Skinner tikus aktif mengubah situasi dengan menekan tombol demi tercapainya kebutuhan yaitu makanan. 
Karena itu respons berkondisi (CR) yaitu menekan tombol pada waktu lampu menyala dalam percobaan Skinner disebut respons operan atau tingkah laku operan (operant behavior), sedang stimulus berkondisi disebut stimulus operan (operant stimulus).
Menurut Skinner terdapat dua prinsip umum yang berkaitan dengan kondisioning operan, yaitu:
Setiap respons yang diikuti oleh reward -- ini bekerja sebagai reinforcement stimuli -- akan cenderung diulangi.
Reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan (rate) terjadinya respons.
Dengan kata lain reward merupakan sesuatu yang meningkatkan probabilitas timbulnya respons. Dalam kondisioning operan terkanan pada respons atau perilaku dan konsekuensinya. Dalam kondisioning operan organisme harus membuat respons sedemikian rupa untuk memperoleh reinforcement yang merupakan reinforcement stimuli. Di sini letak perbedaan pokok antara kondisioning klasik dengan kondisioning operan. Pada kondisioning klasik organisme tidak perlu membuat aktivitas untuk memperoleh reward atau reinforcement.

Psikologi Behaviorisme Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Thorndike merupakan tokoh yang mengadakan penelitian tentang animal psychology. Penelitian mengenai hewan diwujudkan dalam disertasi doktornya yang berjudul “Animal Intelligence: An Experimental Study of The Associative Processes in Animals”, yang kemudian diterbitkan dalam buku pada tahun 1911 dengan judul “Animal Intelligence” (Hergenhanhn, 1976).
Penelitian Thorndike terhadap tingkah laku binatang mencerminkan prinsip dasar proses belajar yang dianut oleh Thorndike, yaitu bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi. Suatu  stimulus (S), akan menimbulkan suatu respons (R) tertentu. Teori ini disebut teori Stimulus-Response (S-R). Dalam teori S-R dikatakan bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme dengan cara coba-dan-periksa (trial and error). 

Apabila organisme menghadapi masalah, maka organisme itu akan bertingkah laku untuk memecahkan masalah itu. Apabila kebetulan tingkah laku itu dapat memecahkan masalah, maka berdasarkan pengalaman itulah, bila timbul masalah serupa, organisme sudah menyetahui, tingkah laku mana yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut. Ini berarti organisme tersebut melakukan asosiasi antara satu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Misalnya seekor kucing yang dimasukkan kandang yang terkunci, kemudian di luar kandang ditaruh makanan. Maka kucing tersebut akan bergerak, meloncat, mencakar, mengeong, sampai suatu saat secara kebetulan ia menginjak suatu pedal sehingga pintu kandang itu terbuka. Sejak itu kucing akan langsung menginjak pedal apabila dimasukkan dalam kandang.

Dari eksperimennya, Thorndike mengajukan tiga macam hukum yang sering dikenal sebagai hukum primer dalam belajar, yaitu:
- Hukum kesiapan (the law of readiness)
Belajar yang baik memerlukan adanya kesiapan dari organisme yang bersangkutan. Apabila tidak ada kesiapan, maka hasil belajar tidak akan baik.

- Hukum latihan (the law of exercise)
Menurut Thorndike hukum latihan ini ada dua aspek, yaitu: (1). The law of use dan (2). The law of disuse. The law of use yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi kuat apabila ada latihan atau sering digunakan. The law of disuse yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dengan respons akan menjadi lemah apabila tidak ada latihan atau tidak sering digunakan. 

- Hukum efek (the law of effect)
Yaitu hukum yang menyatakan hubungan antara stimulus dan respons menjadi kuat atau lemah tergantung pada hasil yang menyenangkan atau tidak. Apabila suatu stimulus memberikan hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara stimulus dengan respons menjadi kuat, demikian pula sebaliknya apabila hasil stimulus tidak menyenangkan, maka hubungan stimulus dengan respons menjadi lemah.
Tetapi kemudian Thorndike memperbaharui pendapatnya tentang hukum efek dengan menyatakan bahwa reward (pemberian imbalan) akan meningkatkan eratnya hubungan stimulus-respons. Karena itu reward dan punishment tidak menunjukkan efek yang simetris (Hergenhahn, 1976).

Psikologi Behaviorisme Juan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Psikologi Behaviorisme

Aliran ini timbul di Rusia yang dipelopori oleh Juan Petrovich Pavlov.
a.  Juan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Para ahli Behaviorisme termasuk Pavlov ingin meneliti psikologi secara objektif, yaitu yang dapat diobservasi secara nyata, karena menurut mereka kesadaran tidak dapat diobservasi secara langsung. Pavlov menolak digunakan metoda introspeksi, karena tidak dapat diperoleh data yang objektif. Pavlov ingin merintis objective psychology, oleh karena itu metoda instropeksi tidak digunakan. Ia mendasarkan eksperimennya pada keadaan yang benar-benar dapat diobservasi (observed facts). 
Pavlov dalam eksperimennya menggunakan anjing sebagai binatang percobaan. Anjing dioperasi sedemikian rupa, sehingga apabila air liur keluar dapat dilihat dan dapat ditampung dalam tempat yang telah disediakan. Apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian mengeluarkan air liur, ini merupakan respons yang alami, respons yang reflektif, yang oleh Pavlov disebut respons yang tidak terkondisi (unconditioned response) yang disingkat UCR. Apabila anjing mendengarkan bel dan kemudian menggerakkan telinganya, ini merupakan respons yang alami. Bel sebagai stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus) atau UCS dan gerak telinga sebagai UCR. Persoalan yang dipikirkan Pavlov adalah apakah dapat dibentuk pada anjing suatu perilaku atau respons apabila anjing mendengar bel lalu anjing mengeluarkan air liur. Hal inilah yang kemudian diteliti oleh Pavlov secara eksperimental. Ternyata perilaku tersebut dapat dibentuk dengan cara memberikan stimulus yang tak terkondisi (unconditioned stimulus) atau UCS yaitu makanan berbarengan dengan diberikan stimulus yang alami/tidak terkondisi (unconditioned stimulus) atau UCS yaitu bunyi bel. Makanan (UCS) yang diberikan bersama dengan bunyi bel (UCS) menjadi conditioned stimulus (CS) menyebabkan timbulnya respons berkondisi (conditioned response) atau CR yaitu keluar air liur. Setelah hal tersebut diberikan berulang-ulang kali air liur tetap keluar sekalipun makanan tidak diberikan. 
Persoalan lain yang muncul kemudian ialah apabila telah terbentuk respons berkondisi (conditioned respons) atau CR apakah dapat dikembalikan ke keadaan semula. Ternyata setelah diadakan eksperimen hasilnya menunjukkan hal tersebut dapat dikembalikan ke keadaan semula. Caranya anjing diberikan stimulus yang tidak terkondisi atau UCS yaitu bunyi bel secara berulang-ulang tanpa diberikan makanan atau stimulus yang terkondisi atau CS, di mana makanan di sini berfungsi sebagai reinforcement. 

Akhirnya anjing tidak lagi mengeluarkan air liur apabila mendengarkan bunyi bel. Ini berarti anjing kembali ke keadaan semula, yaitu keadaan sebelum terjadinya respons berkondisi (conditiened respons) atau CR. Tetapi apabila keadaan seperti itu kemudian sekali waktu diberikan makanan sebagai reinforcement, maka akan terjadi lagi respons berkondisi secara cepat, dan ini yang disebut sebagai spontaneus recovery.

Psikologi Fungsional (Wiliam James)

Psikologi Fungsional (Wiliam James)

Wiliam James (1842-1910) merupakan pelopor psikologi fungsional di Amerika. Psikologi fungsional memandang psikis (mind) sebagai fungsi atau sesuatu yang digunakan oleh organisme untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungannya. Karena itu psikologi fungsional mempunyai pandangan yang berbeda dengan psikologi struktural dari Wundt. Psikologi fungsional mempelajari psikis tidak bertitik tolak pada komposisi atau struktur mental yang terdiri dari elemen-elemen, tetapi dari proses mental yang mengarah pada akibat-akibat yang praktis.
Salah satu teori James yang sangat populer adalah teori mengenai emosi. Menurutnya gejala kejasmanian merupakan sebab timbulnya emosi. Pada waktu yang bersamaan seorang ahli fisiologi Denmark yaitu Carl Lange mengajukan teori yang sama dengan teori James, sehingga teori itu lalu dikenal sebagai teori James-Lange tentang emosi. Teori ini pada umumnya dipandang sebagai teori yang lama dan kontroversial dibandingkan dengan teori-teori emosi yang lain.

Kenali Kepribadianmu Dengan Big Five

✨ “Kenali Kepribadianmu dengan Big Five!” ✨ 🔹 1. Neurotisisme – Cemas & mudah gugup (Kebaikan) ↔ Tenang & percaya diri 🔹 2. Ekstra...