Showing posts with label psikologi humanistik. Show all posts
Showing posts with label psikologi humanistik. Show all posts

Psikologi Humanistik (David Mills dan Stanley Scher)

David Mills dan Stanley Scher

Ilmu Pengetahuan Alam selama bertahun-tahun hanya dibahas dan dipelajari secara kognitif semata, yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan teori-teori. Padahal, bagaimanapun, praktek dari ilmu pengetahuan selalu melibatkan elemen-elemen afektif 
yang meliputi adanya kebutuhan akan pengetahuan, penggunaan intuisi dan imajinasi dalam usaha-usaha kreatif, pengalaman yang menantang, frustasi, dan lain-lain. Berdasarkan fenomena tersebut, David Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep 
pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan 
afeksi atau perasaan murid dalam belajar.
Metode afektif yang melibatkan perasaan telah bisa diterapkan 
pada murid-murid untuk pelajaran IPS, Bahasa dan Seni. Sebetulnya ahli yang memulai merintis usaha ini adalah George Brown, namun kedua ahli ini kemudia mencoba melakukan riset yang bertujuan menemukan aplikasi yang lebih real dalam usaha tersebut. 
Penggunaan pendekatan terpadu ini dilakukan dalam pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan bahkan otomotif.
Pendekatan terpadu atau Confluent Approach merupakan sintesa dari Psikologi Humanistik –khususnya Terapi Gestalt- dan pendidikan, yang melibatkan integrasi elemen-elemen afektif dan kognitif dalam proses belajar. Elemen kognitif menunjuk pada 
berpikir, kemampuan verbal, logika, analisa, rasio dan cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif menunjuk pada perasaan, cara-cara memahami yang melibatkan gambaran visual-spasial, fantasi, persepsi keseluruhan, metaphor, intuisi, dan lain-lain.
Tujuan umum dari pendekatan ini adalah mengembangkan kesadaran murid-murid terhadap dirinya sendiri dan dunia 
sekitarnya, serta meningkatkan kemampuan untuk menggunakan 
kesadaran ini dalam menghadapi lingkungan dengan berbagai cara, 
menerima petunjuk-petunjuk internal dan menerima tanggung jawab 
bagi setiap pilihan mereka. Fungsi guru dalam pendekatan terpadu adalah untuk lebih membebaskan murid dari ketergantungan kepada guru, dengan tujuan akhir mengembangkan responsibilitas murid untuk belajar sendiri. Guru hanya membantu mereka dengan memberikan pilihan-pilihan yang masuk akal bagi pikiran mereka, 
dan jika perlu guru bisa menolak memberikan bantuan untuk hal-
hal yang bisa ditangani oleh murid sendiri.
 Lebih jauh, David Mills dan Stanley Scher memaparkan tujuan 
pendidikan terpadu ini secara detail sebagai berikut :

a. Membantu murid untuk mengalami proses ilmu pengetahuan, termasuk penemuan ide-ide baru, baik proses intelektual maupun afektif.
b. Membantu murid dalam mencapai kemampuan untuk menggali dan mengerti diri mereka sendiri dan lingkungan sekitarnya dengan cara yang ilmiah.
c. Meningkatkan pengertian dan ingatan terhadap konsep-konsep dan ide-ide dalam ilmu pengetahuan.
d. Menggali bersama-sama murid, implikasi-implikasi dari aplikasi yang mungkin dari ilmu pengetahuan.
e. Memungkinkan murid untuk menerapkan baik proses maupun pengetahuan ilmiah untuk diri mereka, serta meningkatkan kesadaran murid terhadap dunia mereka dan setiap pilihan yang mereka ambil.
Penerapan metode gabungan antara kognitif dan afektif ini menunjukkan hasil yang lebih efektif dibanding pengajaran yang hanya menekankan aspek kognitif. Para siswa merasa lebih cepat menangkap pelajaran dengan menggunakan fantasi, role playing dan 
game , misalnya mengajarkan teori Newton dengan murid berperan 
sebagai astronot.

Psikologi Humanistik (Aldous Huxley)

Aldous Huxley
 Manusia memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan disia-siakan. Pendidikan diharapkan mampu 
membantu manusia dalam mengembangkan potensi-potensi 
tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam proses pendidikan harus 
berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini melibatkan semua 
pihak, seperti guru, murid maupun para pemerhati ataupun peneliti dan perencana pendidikan.
Huxley (Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal yang juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan berwujud pelajaran senam, sepak bola, bernyanyi 
ataupun menari, melainkan hal-hal yang bersifat diluar materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran seseorang. 
Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai tingkat tinggi.
Betapapun, agar seseorang bisa mengetahui makna hidup dalam kehidupan yang nyata, mereka harus membekali dirinya dengan suatu kebijakan hidup, kreativitas dan mewujudkannya dengan langkah-langkah yang bijaksana. Dengan cara ini seseorang akan mendapatkan kehidupan yang nikmat dan penuh arti. 
Berbekal pendidikan non verbal, seseorang akan memiliki banyak 
strategi untuk lebih tenang dalam menapaki hidup karena memiliki 
kemampuan untuk menghargai setiap pengalaman hidupnya dengan 
lebih menarik. Akhirnya apabila setiap manusia memiliki kemampuan ini, akan menjadi sumbangan yang berarti bagi kebudayaan dan moral kemanusiaan.

Psikologi Humanistik (Arthur Combs)

Arthur Combs
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang lain, seseorang harus 
melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan merasa 
tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya.
Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu yang 
lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru mengeluh 
murid-muridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut lalu mengadakan aktivitas-
aktivitas yang lain, barangkali murid-murid akan berubah sikap dan reaksinya (Rumini, dkk. 1993).
Sesungguhnya para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu diperolehnya informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut. Adalah keliru jika guru berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran disusun dengan rapi dan disampaikan dengan baik, sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan pelajaran itu; murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana 
bahan pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu murid memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut, yakni apabila murid dapat mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati bahwa misinya telah berhasil.
Semakin jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran lingkaran (persepsi diri), semakin kurang pengaruhnya terhadap seseorang. Sebaliknya, semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar pengaruhnya 
terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah mengapa banyak hal yang dipelajari oleh murid segera dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya dengan dirinya.

Psikologi Humanistik (Carl R. Rogers)

Carl R. Rogers
Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan 
pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan (Rumini,dkk. 1993).
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hasrat untuk Belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan. Dorongan 
ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan humanistik. Di dalam kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.

b. Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari mempunyai 
arti baginya.

c. Belajar Tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan lancer manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman 
yang bisaanya menyinggung perasaan.

d. Belajar atas Inisiatif Sendiri
 Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn ). 
Tidaklah perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu 
penting, akan tetapi tidak lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan masalah, 
menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar.
 Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, 
tidak bergantung, dan percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan 
pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian pihak lain.
 Di samping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkansemua aspek pribadi, kognitif maupun afektif. Rogers dan para ahli humanistik yang lain menamakan jenis belajar ini sebagai 
Whole - Person Learning belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli humanistik percaya, bahwa belajar dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan memiliki 
(feeling of belonging ) pada diri murid. Dengan demikian, murid akan merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa bergairah 
untuk terus belajar.

e. Belajar dan Perubahan
 Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar. 
Menurut Rogers, di waktu-waktu yang lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. 
Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju dan melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang untuk hidup 
dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating. 
Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.

Psikologi Humanistik ( Abraham Maslow)

Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan 
adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis.
Psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan 
alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic exication). 
Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan  humanistic.
Aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri 
manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah.

Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi 
ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. 
Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang 
manusia.
Dalam tulisan singkat ini akan dijelaskan mulai dari tokoh-tokoh penting dalam aliran humanistik dan teorinya yang relevan dengan psikologi pendidikan, dan diakhiri dengan aplikasi psikologi 
humanistik dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses 
pembelajaran.

Tokoh-tokoh Penting dalam Aliran Humanistik dan 
Teorinya

1. Abraham Maslow 
 Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah 
tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya di 
bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya 
memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting 
didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan 
positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk. 1993).
Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling 
asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. 
Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut 
sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka 
muncullah kebutuhan keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan 
ini dapat mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga 
diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh 
orang lain.
Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan 
yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan 
kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk 
tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman. Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
 Maslow membedakan antara empat kebutuhan yang pertama dengan tiga kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama disebutnya dediciency need (kebutuhan yang timbul karena kekurangan), dan pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan ketiga kebutuhan yang 
lain dinamakan growth need (kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada manusia itu sendiri.
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan 
untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas 
kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak 
tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi / keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.

Kenali Kepribadianmu Dengan Big Five

✨ “Kenali Kepribadianmu dengan Big Five!” ✨ 🔹 1. Neurotisisme – Cemas & mudah gugup (Kebaikan) ↔ Tenang & percaya diri 🔹 2. Ekstra...