Pengaruh Sosial (Social Influence)

PENGARUH SOSIAL (SOCIAL INFLUENCE)

Pengaruh sosial dapat ditunjukkan dengan bermacam-macam peristiwa, misalnya seorang anak kecil menirukan kakaknya, juri meniru keputusan juri-juri yang lain, anggota gang mematuhi perintah pimpinan gang-nya, dll.. Peristiwa-peristiwa tersebut mengandung dua elemen penting, yaitu : (a) adanya intervensi (campur tangan) seseorang; 
(b) menginduksikan (menyebabkan) pada diri orang lain. Berikut ini kita bahas lima situasi pengaruh sosial yang paling sering dipelajari.

1. Social Facilitation

     Pada tahun 1890, Norman Triplett, seorang psikolog dan penggemar balap sepeda, mengamati bahwa para pembalap ketika sedang bertanding memacu sepedanya lebih kencang dari pada ketika sedang membalap sendirian. Berdasarkan pengamatan Triplett tersebut, selama bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa kehadiran orang lain selalu akan meningkatkan kinerja (performance) seseorang, dan pengaruh kehadiran orang lain tersebut diberi label social fasilitation. 

Namun demikian dari eksperimen-eksperimen yang dilaksanakan kemudian, ternyata muncul kontradiksi-kontradiksi. Misalnya, Floyd Allport (1920-an) dan John F. Dashiell (1930-an) melaporkan bahwa jika subjek eksperimen melakukan respon dengan kecepatan (rate) yang tinggi ketika orang-orang lain hadir, maka kesalahan-kesalahannya juga meningkat. Hasil yang lain diperoleh dari eksperimen yang dilakukan oleh Zajonc (1965) menunjukkan bahwa jika respon yang dominan diperlukan pada saat kehadiran orang-orang lain, maka orang yang terlatih akan meningkat performance-nya pada saat kehadiran orang lain, sedangkan orang yang kurang terlatih akan merosot performance-nya. Contoh untuk teori Zajonc : orang yang sudah terlatih bermain piano, performance-nya lebih baik ketika orang lain hadir; sebaliknya seorang pemula akan lebih banyak membuat kesalahan ketika bermain dalam sebuah konser piano dari pada ketika berlatih di rumah.
Namun demikian disimpulkan bahwa social fasilitation paling sering terjadi jika orang-orang yang hadir terlibat atau  berperan memotivasi orang yang sedang unjuk performance. Sebagai contoh: pelari dalam lomba lari dapat berlari lebih kencang dalam lomba lari karena penonton memberikan dukungan dengan sorak-sorai dan adanya hadiah bagi yang menang.

2. Imitasi (Imitation)

Imitasi adalah menyangkut perubahan perilaku pada orang yang kita amati / FP (Focal Person) yang meniru perilaku orang/sumber yang mengintervensi (agent). Seperti pada social fasilitation, perubahan perilaku itu terjadi tanpa kesengajaan dari pihak agent  untuk mempengaruhi FP.  Contoh Imitasi: anak-anak meniru gaya tokoh idolanya di TV.
Bila efek social fasilitation diukur dengan cara melihat perubahan dalam kecepatan dan kuatnya perilaku atau performance, efek imitasi dapat diukur dengan mengetahui tingkat kesamaan antara perilaku orang yang menjadi model (agent) dan perilaku FP yang kemudian terjadi.

3. Konformitas Sosial (Social Conformity)

Konformitas adalah istilah yang menunjuk pada situasi di mana individu merubah keyakinan-keyakinan atau perilakunya sedemikian rupa sehingga menjadi sama dengan anggota-anggota kelompok lainnya. Di dalam konformitas, terdapat lebih dari satu orang yang menjadi model perilaku, dan mensyaratkan FP untuk membuat respon di dalam situasi hadirnya agent. Dalam situasi ini, pihak agent  sedikit/banyak memiliki niat untuk mengubah perilaku FP.

a. Konformitas Terhadap Orang Lain.  

Konformitas terhadap orang lain, tidak hanya terjadi bila tokoh-tokoh yang menjadi model (yang ditiru) melakukan hal yang benar, melainkan juga terjadi sekalipun tokoh-tokoh modelnya melakukan hal yang salah.

Contoh: Eksperimen Solmon Asch (1951, 1956) 
Dalam eksperimen Asch ini subjek eksperimen diminta untuk menentukan garis pembanding yang mana yang sama panjangnya dengan garis standard di sebelah kiri. Eksperimen ini terdiri dari beberapa sesi yang masing-masing terdiri dari 7 s/d 9 orang. Sebagian adalah pembantu eksperimenter yang menyamar sebagai subjek dan membuat pilihan garis nomor 2.  Hasilnya, pada kelompok kontrol (kelompok yang diberi kesempatan menentukan pilihan tanpa ada manipulasi situasi -- dalam hal ini, tanpa kehadiran pembantu eksperimenter yang menyamar sebagai subjek), 99% subjek menunjuk garis yang tepat. Sedangkan pada kelompok eksperimen, 67% subjek menunjuk garis yang tepat dan 33% mengikuti pilihan pembantu eksperimenter yang menyamar sebagai subjek yang memilih garis yang salah (garis nomor 2).

Campbell (1961) memberikan analisis berikut ini mengenai konformitas: Konformitas dapat ditujukan terhadap model pribadi (personal modes) atau model sosial (social modes) . Konformitas terhadap personal modes berarti individu/FP mengikuti informasi seseorang, sedangkan konformitas terhadap social modes berarti individu/FP mengikuti informasi dari orang-orang lain (mayoritas).  Faktor-faktor pada FP yang lebih memilih social modes adalah: kelelahan, tidak adanya pengalaman, status yang lebih rendah, dan harapan adanya interaksi lebih lanjut dengan anggota-anggota kelompok. Sedangkan faktor-faktor pada FP yang lebih memilih personal modes adalah: kewaspadaan, keahlian, status yang lebih tinggi, dan sikap cuek terhadap anggota-anggota kelompok.  Selanjutnya, adanya faktor-faktor pada FP yang lebih memilih social modes akan meningkatkan kemungkinan perilaku konformitas, sedangkan adanya faktor-faktor pada FP yang lebih memilih personal modes akan mengurangi kemungkinan perilaku konformitas.

b. Konformitas Terhadap Norma dan Peraturan.  

Norma atau peraturan adalah standard perilaku yang disepakati oleh anggota kelompok dan berpengaruh besar terhadap perilaku sosial. Hal ini kita pertimbangkan sebagai agent , dan dalam hal ini tidak diperlukan kehadiran seseorang secara aktual untuk terjadinya pengaruh sosial dari norma dan peraturan.

Norma dan peraturan,  dapat berupa: 
(a) kesepakatan formal, misalnya undang-undang dan kontrak-kontrak; 
(b) kesepakatan informal, misalnya kesepakatan mengenai waktu untuk meeting.

Thibaut dan Kelley (1959) mengungkapkan manfaat utama norma dan peraturan sbb:
- Peraturan formal: mencegah terjadinya konflik antara kepentingan pribadi dan kelompok.
- Norma informal: membantu mengkoordinasikan perilaku anggota kelompok (memperlancar interaksi).

4. Kepatuhan (Obedience)

Obedience menunjuk pada situasi di mana agent  mempunyai legitimasi untuk mempengaruhi FP, dan FP mempunyai kewajiban untuk patuh.
Contoh : Eksperimen Milgram (1963, 1965)
Situasi eksperimennya berupa situasi belajar. Subjek eksperimen adalah orang yang dibayar untuk datang di laboratorium (tempat eksperimen) dan bertugas sebagai guru yang memberikan shock (kejutan) kepada seseorang yang belajar (diperankan oleh pembantu eksperimenter) bila orang yang belajar tersebut membuat kesalahan dalam mempelajari suatu daftar pasangan kata-kata. Shock yang diberikan adalah berupa kejutan listrik yang bertingkat-tingkat voltasenya (15 s/d 450 volt), diberikan sesuai dengan tingkat kesalahan dalam belajar. Semakin banyak kesalahan, maka semakin tinggi voltase kejutan listrik yang diberikan.  Dalam eksperimen ini pembantu eksperimenter yang berperan sebagai murid seolah-olah benar-benar terkena kejutan listrik dan berpura-pura mengalami kesakitan ketika subjek menekan tombol listrik sebagai hukuman. Seolah-olah semakin lama semakin kesakitan, sesuai dengan besarnya voltase kejutan listrik yang diberikan oleh subjek yang makin lama semakin tinggi. Hasil dari eksperimen ini adalah: 26 dari 40 subjek (65%) melanjutkan pemberian kejutan listrik terhadap murid, meskipun mereka yakin bahwa telah menyakiti orang lain dan menunjukkan ketegangan (gemetar, gugup, dan berkeringat dingin). 

Dalam eksperimen lanjutan, Milgram membuktikan bahwa tingkat kepatuhan berkurang bila : 
(a) sang guru (subjek) secara fisik didekatkan dengan murid, 
(b) kehadiran eksperimenter (yang membayar subjek untuk bertugas sebagai guru) dibuat tidak menonjol. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa adanya konflik antara perintah dan nilai-nilai pribadi sering diatasi dengan menurunkan tingkat kepatuhan. Jadi ketaatan akan tinggi bila: 
(a) perintah bersesuaian dengan nilai-nilai pribadi, 
(b) kehadiran orang yang memerintah sangat menonjol.

Gilbert (1981) menyatakan bahwa peningkatan shock yang gradual (bertahap) dalam eksperimen Milgram juga mempengaruhi tingkat kepatuhan. Subjek mungkin lebih tidak taat bila harus memberikan shock dari tingkat tidak berbahaya langsung ke tingkat berbahaya.

Alasan-alasan untuk terjadinya perilaku konformitas dan kepatuhan. 
Menurut ahli-ahli Psikologi Sosial, sebab-sebabnya adalah:
- Social Comparison Idea (Festinger, 1954). Hal ini terjadi bila seseorang menghadapi situasi yang kabur: tidak jelas mana yang benar. Maka individu cenderung untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang dilakukan oleh orang-orang lain.
- Mencegah social disapproval (ketidaksepakatan kelompok). Bagaimanapun juga diharapkan tujuan kelompok dapat dicapai secara mulus
- Kebutuhan untuk disukai dan diterima. Biasanya terjadi pada usia atau menjelang belasan tahun (kebutuhan untuk mencari identitas diri).

5. Kerelaan (Compliance)

Compliance merupakan bentuk pengaruh sosial dimana seseorang mempengaruhi orang lain dengan cara mengajukan permintaan langsung. Dalam hal ini ada kesengajaan agent untuk mempengaruhi FP. 

Ada beberapa cara yang ditempuh seseorang agar permintaannya dipenuhi:
A. Ingratiation: mencakup usaha usaha dari seseorang untuk menambah ketertarikan orang lain terhadap dirinya, sehingga orang lain tersebut menjadi mudah memenuhi permintaan-permintaannya. Taktik yang dapat digunakan:
- Cara langsung: membuat FP menyukai Agent dengan cara:  
(a) bujukan; 
(b) memenuhi/menyetujui segala dikatakannya; dan 
(c) dengan isyarat non-verbal (senyum dan sikap yang menyenangkan).
- Meningkatkan daya tarik personal (agent membuat dirinya sesuai dengan yang diminati FP), yaitu dengan:
(a) menunjukkan karakteristik yang sesuai keinginan orang lain (self enhance)
(b) bersikap merendahkan diri (self depreciation)
(c) membuka diri tanpa diminta (self disclosure)

Namun demikian, Ramussen (1984) menemukan bahwa penggunaan ingratiation yang berlebihan akan memperoleh hasil yang sebaliknya dari yang diharapkan.

B. Multiple Request: Mempengaruhi Orang Lain Dengan Mengajukan Permintaan Ganda
- The Food In The Door: mengajukan permintaan ringan-ringan terlebih dahulu, kemudian permintaan yang lebih berat. Target utamanya adalah terpenuhinya permintaan yang lebih berat. Misalnya, permintaan sumbangan untuk amal, penandatanganan petisi,dll.
- The Door In The Face: mengajukan permintaan besar-besar (yang tidak mungkin dikabulkan) dan disusul dengan permintaan yang lebih kecil, dengan harapan permintaan kecil ini pasti dikabulkan. Jadi permintaan besar di sini merupakan pancingan untuk mendapatkan permintaan kecil yang diinginkan (yang mungkin jika diajukan langsung belum tentu dikabulkan).
- Thats Not All: mengajukan penawaran tertentu diikuti penawaran sesuatu yang lain sebagai ekstra (bonus). Misalnya, penjual kue menawarkan sebungkus kue dengan harga tertentu, dan disusul dengan menunjukkan bungkusan kue yang lain , dan mengatakan bahwa harga yang ditawarkan tadi adalah termasuk harga kue yang ditunjukkan belakangan.

C. Complain : Menyampaikan keluhan, agar keinginannya diperhatikan.

D. Persuasi: Mengajukan sesuatu dengan melibatkan emosi, berdasarkan nilai-nilai atau ide-ide tertentu, dengan memberikan alasan-alasan, menunjukkan fakta, dsb.  Contoh: Seorang pejabat meminta sesuatu kepada masyarakat dengan mengadakan pendekatan-pendekatan tertentu (dialog, agar emosi mereka terlibat, mau mengerti) dan akhirnya memenuhi harapan pejabat tersebut.

No comments:

Post a Comment

Dark Psychology (Narsissism)

Orang narsisis dikategorikan sebagai orang yang memiliki gambaran berlebihan tentang dirinya dan sering kecanduan berfantasi tentang dirinya...