Kesepian ( Psikologi sosial )

Kesepian 

Kesendirian tidak sama dengan kesepian :

  • Kesendirian (aloneness),  merupakan kondisi objektif, dapat diamati.
  • Kesepian (loneliness), merupakan pengalaman subjektif, tergantung interpretasi kita terhadap berbagai situasi. 

Elemen-elemen kesepian :

Definisi kesepian dapat bervariasi, namun pada dasarnya definisi-definisi yang ada menyentuh tiga elemen :
  1. Merupakan pengalaman subjektif 
  2. Secara umum merupakan hasil dari perasaan kekurangan dalam interaksi sosial 
  3. Dirasa tidak menyenangkan

Perasaan-perasaan pada orang yang kesepian :

Berdasarkan servei, Carin Rubenstein dan Phillip Shaver (1982) menemukan bahwa terdapat empat faktor umum perasaan yang muncul ketika orang berada dalam kesepian : 
  1. Putus asa, panik dan lemah.
  2. Depresi.
  3. Bosan, tidak sabar.
  4. Mengutuk diri sendiri.

Tipe-tipe kesepian :

Menurut Robert Weiss (1973), terdapat dua tipe kesepian : sosial dan emosional
  • Emotional Loneliness : kesepian yang disebabkan kurang dekat-intim-lekat dalam hubungan dengan seseorang.  Misalnya, kesepian yang dialami oleh mereka yang menduda/janda atau bercerai dengan pasangannya.
  • Social Loneliness : merupakan hasil dari ketiadaan teman dan famili atau jaringan sosial tempat berbagi minat dan aktivitas. 
Shaver dkk (1985) menegaskan perlunya membedakan kesepian dalam dua tipe yang lain : trait dan state
  • Trait Loneliness : merupakan pola perasaan kesepian yang stabil,  yang hanya sedikit berubah tergantung situasi. Pada umumnya orang yang memiliki harga diri (self-esteem) yang rendah lebih sering mengalami trait loneliness (Jones, Freemon, & Goswick, 1981; Peplau, Miceli, & Morasch, 1982).

  • State Loneliness : merupakan kesepian yang lebih temporer yang seringkali disebabkan oleh perubahan yang dramatis dalam kehidupan. Misalnya, seseorang yang baru saja pindah lokasi tempat tinggal, menjadi murid baru, dsb. Kesepian ini akan hilang bila telah ditemukan jaringan sosial yang baru (Shaver, Furman, & Buhrmeister, 1985).

Sebab-sebab kesepian :

Mengenai penyebab kesepian, tidak dapat diketahui dengan pasti karena untuk mengetahuinya diperlukan penelitian eksperimental yang tidak etis yang mencakup kondisi yang dirancang untuk membuat orang menjadi kesepian. Namun demikian, hasil penelitian korelasional menemukan bahwa :
  • Orang yang kesepian cenderung miskin dalam ketrampilan sosial (Horowitz & French, 1979) dan oleh orang lain dirasa  relatif kurang trampil dalam berbagai bidang sosial (Sloan & Sloano, 1984).
  • Orang yang kesepian juga cenderung lebih cemas akan ketrampilan sosialnya (Sloano & Koester, 1989).

Terdapat dua faktor umum yang berhubungan dengan penyebab kesepian tersebut di atas, yaitu harga diri yang rendah dan tidak adanya kehendak untuk menggunakan sumber-sumber dukungan sosial (Vaux, 1988). 

Reaksi terhadap rasa kesepian :

Reaksi terhadap kesepian sangat bervariasi, dapat berupa reaksi pasif atau aktif (Rubenstein & Shaver, 1982).
  • Reaksi pasif : menangis, tidur, makan, minum, menggunakan obat penenang, terus menerus menonton TV.
  • Reaksi aktif : melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas seperti menyalurkan hoby, belajar, berolah raga, ke bioskop, shopping sambil bersenang-senang, mengusahakan kontak sosial, menelpon, atau mengunjungi orang lain.

Perbedaan antara pria dan wanita :

Frekuensi kesepian antara pria dan wanita nampaknya  sama, namun wanita lebih mungkin mengakui dirinya kesepian daripada pria. Pria lebih banyak mengingkari kesepian yang dialaminya.  Salah satu alasan untuk hal tersebut adalah bahwa pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial (Borys & Perlman, 1985). Menurut stereotip jenis kelamin, pria dianggap kurang pantas mengekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian berarti menyimpang dari harapan tersebut.
 

Mengatasi kesepian :

Hal ini tergantung bagaimana atribusi masing-masing orang mengenai kesepiannya tersebut. Mereka yang menyalahkan kekurangan dirinya sebagai penyebab kesepian yang dialaminya, cenderung tetap tidak bahagia. Sedangkan orang yang melihat kesepiannya bersifat temporer, cenderung lebih berbahagia dan lebih berusaha melakukan tindakan korektif. Salah satu tindakan terbaik untuk mengatasi kesepian adalah dengan membangun relasi yang bermakna dengan teman-teman (Cutrona, 1982).
 

Alasan-alasan Untuk Berafiliasi

Kontak dengan orang lain seringkali merupakan pencegah kesepian. Tetapi apakah menghindari kesepian merupakan alasan  bagi kita untuk berafiliasi ?  Apa yang kita peroleh dari interaksi sosial ? Pada studi awal mengenai afiliasi, Stanley Schachter (1959) mengajukan empat kemungkinan jawaban untuk pertanyaan tersebut di atas, yaitu :
  1. Berada di sekitar orang lain secara langsung mengurangi kecemasan.
  2. Kehadiran orang lain dapat mengalihkan perhatian terhadap diri sendiri sehingga secara tidak langsung mengurangi kesepian.
  3. Reaksi orang lain dapat memberikan informasi tentang situasi, sehingga memberikan kejelasan terhadap pikiran-pikiran (kognisi) kita.
  4. Orang lain merupakan pembanding : kita dapat mengevaluasi diri kita sendiri berdasarkan perilaku orang lain.

Hasil eksperimen Schachter :

Berdasarkan serangkaian eksperimen yang dilakukannya,  Schachter menemukan dukungan yang kuat untuk dugaan pertama, yaitu bahwa berada di sekitar orang lain secara langsung mengurangi kecemasan. Dugaan-dugaan yang lain tidak didukung oleh hasil eksperimen.
 
Afiliasi dapat menurunkan kecemasan karena beberapa alasan :
  1. Kita seringkali mencari bantuan orang lain ketika menghadapi situasi yang mengancam.
  2. Informasi yang kita peroleh dari orang lain memungkinkan kita memperoleh kejelasan mengenai situasi yang menimbulkan kecemasan.
  3. Dukungan emosional dari orang-orang lain memungkinkan kita menguji respon-respon kita terhadap situasi yang menimbulkan stress.
Namun demikian tentu saja alasan orang untuk berafiliasi bukan hanya untuk mengurangi stress dan kecemasan. Orang berafiliasi  dengan orang lain kemungkinan karena menyukai orang lain tersebut, karena ingin berbagi minat (interes), untuk memperoleh dukungan dan mengembangkan identitas diri, dan sebagainya.
 
 
Pola-pola Afiliasi Dan Jaringan Sosial

Untuk memahami pola afiliasi, dapat dilihat dari hasil-hasil penelitian berikut ini :
 
Bibb Latane dan Liane Bidwell (1977), berdasarkan observasi terhadap mahasiswa di berbagai kampus di Ohio State dan Universitas North Carolina, menemukan bahwa sekitar 60% dari subjek yang diamati, terlihat bahwa masing-masing bersama orang lain, paling sedikit dengan satu orang yang lain. Yang menarik, wanita lebih banyak ditemukan bersama-sama dengan orang lain. Hal ini merupakan indikasi bahwa paling tidak di tempat umum, wanita lebih banyak berafiliasi daripada pria.
 
Ladd Wheeler dan John Nezlek (1977) yang meneliti pola afiliasi pada mahasiswa baru menemukan bahwa :
  • Pada umumnya (56%) afiliasi berkembang antar jenis kelamin yang sama.
  • Pada semester pertama, mahasiswa perempuan lebih banyak meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan teman daripada mahasiswa laki-laki. Namun pada semester berikutnya, perbedaan ini sudah tidak nampak. Mengenai hal ini Wheeler & Nazek menyimpulkan bahwa mahasiswa perempuan mencari interaksi sosial sebagai cara untuk mengatasi stress pertama memasuki universitas.
Pola afiliasi berhubungan dengan jaringan sosial (social network). Jaringan sosial, yaitu dengan siapa seseorang menjalin kontak yang nyata (Berscheid, 1985). Berikut ini beberapa informasi mengenai jaringan sosial.
 
  • Orang yang berpindah lokasi tempat tinggal, mengalami perubahan jaringan sosial.
  • Pada mahasiswa, terdapat perbedaan jaringan sosial antara mahasiswa laki-laki dan perempuan. Misalnya, pada laki-laki, lebih banyak berteman dengan lawan jenis. Pada mahasiswa perempuan, interaksinya lebih sering, dan lebih banyak bertukar informasi dan dukungan emosional dengan teman. Namun demikian antara mahasiswa laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dalam berinteraksi dengan keluarga.
  • Penelitian dengan subjek bukan mahasiswa juga menemukan bahwa wanita, dibanding dengan pria,  memiliki kontak yang lebih sering dan lebih erat dengan teman-teman. Mengenai perbedaan jaringan sosial antara laki-laki dan perempuan ini, Ladd Wheeler, Harry Reis, dan John Nezlek (1983) memberikan alasan bahwa wanita lebih disosialisasikan untuk mengekspresikan emosinya daripada pria.

No comments:

Post a Comment

Dark Psychology (Narsissism)

Orang narsisis dikategorikan sebagai orang yang memiliki gambaran berlebihan tentang dirinya dan sering kecanduan berfantasi tentang dirinya...