Tahap PraOperasi (umur 2 – 7 tahun)
Tahap ini dicirikan dengan adanya fungsi semiotik yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menjelaskan suatu objek yang tidak berada bersama subjek. Cara berpikir simbolik ini digunakan dengan bahasa mulai anak berumur 2 tahun. Dengan penggunaan bahasa, anak dapat mengungkapkan suatu hal yang tidak sedang dilihat. Ia juga dapat membicarakan sesuatu hal tanpa terkait pada ruang dan waktu dimana hal tersebut terjadi.
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap PraOperasi dalam 2 bagian:
a) Umur 2 – 4 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran simbolis.
b) Umur 4 – 7 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran intuitif.
Selanjutnya akan diuraikan: pemikiran simbolis, bahasa, pemikiran intuitif, ciri-ciri tahap PraOperasi.
a. Pemikiran Simbiolis / Semiotik (Umur 2 – 4 tahun)
Pada umur 2 tahun, anak mulai dapat menggunakan simbol atau tanda untuk merepresentasikan benda yang tidak tampak dihadapannya. Ia dapat menggambarkan suatu benda atau kejadian yang sudah lalu.
Fungsi semiotik atau penggunaan simbol secara jelas tampak dalam 5 gejala berikut:
1) Imitasi tidak langsung
2) Permainan simbolis
3) Menggambar
4) Gambaran mental
5) Bahasa ucapan
Dalam gejala-gejala tersebut unsur imitasi (meniru) sangat menonjol dan menjadi dasar kelima gejala tersebut. Piaget membedakan antara simbol dan tanda. Simbol lebih menyamai dengan benda yang disimbolkan, seperti gambaran dan bayangan. Tanda merupakan sembarang benda yang digunakan tanpa ada kesamaan dengan yang ditandakan. Pemikiran simbolis berkembang pada waktu anak mulai suka menirukan sesuatu. Kemampuan menirukan ini akan membantu pembentukan pengetahuan simbolisnya.
1) Imitasi Tidak Langsung
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang sebelumnya dialami atau dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri. Anak dapat menirukan sesuatu objek atau kejadian yang sekarang ini sudah tidak ada lagi. Pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak dibatasi oleh tindakan inderawi sekarang.
2) Permainan Simbolis
Pada tahap ini anak sudah dapat mulai bermain mobil-mobilan dengan balok-balok kecil. Ia akan memberi nama bagian-bagian mobil-mobilan seperti nama bagian mobil yang sesungguhnya. Seorang anak perempuan sudah mulai bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya itu anak atau adiknya. Inilah permainan simbolis. Sifat permainan ini imitatif, yaitu mencoba meniru objek atau kejadian yang pernah dialami.
3) Menggambar
Pada tahap ini anak mulai suka menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lain, misalnya mencorat-coret dinding dengan pensil, atau mencorat-coret di kertas. Pada awalnya tidak tampak jelas apa yang digambar, tetapi lama kelamaan gambarnya mulai agak jelas. Paling sedikit orang lain dapat mulai mengerti apa yang digambar.
Menggambar pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak, gambaran mental terletak pada usaha anak untuk meniru sesuatu yang riil. Di sini anak sudah mulai ingin mewujudkan barang yang riil dalam gambarnya.
Gambar anak biasanya realistis (menurut perspektif anak bukan perspektif sesungguhnya) tetapi tidak proporsional. Pada umur 8 tahun, anak baru dapat melihat perspektif (Wadsworth, 1989). Ia mulai mempunyai intuisi ruang (spatial) dan mengetahui sedikit tentang gambar topologi (bentuk-bentuk dasar geometris: bulat, lonjong, persegi). Lihat Gambar 1!
4) Gambaran Mental
Adalah penggambaran secara pikiran tentang suatu objek atau pengalaman yang lampau. Ini lebih merupakan persepsi. Piaget membedakan dua kategori gambaran mental: 1) gambaran reproduktif, 2) gambaran antisipatoris.
1. Gambaran reproduktif adalah gambaran terbatas untuk menunjukkan pemandangan atau objek yang telah diketahui sebelumnya.
2. Gambaran antisipatoris adalah gambaran yang menunjukkan gerakan, perubahan, atau transformasi, meskipun belum pernah dilihatnya.
Gambaran mental anak pada tahap praoperasi masih statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati. Baru setelah umur 7 tahun, anak mampu menghadirkan kembali gerakan atau transformasi sehingga ia dapat mengantisipasi gerakan atau transformasi dalam gambarnya.
Piaget menggunakan 5 kelereng berwarna putih dan hitam (lihat gambar 2!). Anak masih beranggapan bahwa kelereng hitam lebih banyak dari yang putih karena jarak yang hitam lebih lebar. Tetapi kalau keduanya disamakan jaraknya, anak mengatakan kelereng hitam dan putih sama jumlahnya. Perubahan jarak dianggap mengubah jumlah kelereng.
5) Bahasa Ucapan
Anak mulai menggunakan bahasa ucapan sebagai representasi benda atau kejadian. Mula-mula anak menggunakan satu kata sebagai satu kalimat, tetapi dengan cepat ia mengembangkan kemampuan berbahasa ucapan.
Pada umur 4 tahun, anak sudah lancar berbicara dan menggunakan tata bahasa dari bahasa ibunya (Wadsworth, 1989). Perkembangan bahasa ini sangat memperlancar perkembangan konseptual anak dan juga perkembangan kognitif anak.
b. Bahasa
1) Perkembangan Bahasa
Menurut Piaget berkembang bahasa pada tahap PraOperasi merupakan transisi dari sifat egosentris ke interkomunikasi sosial. Waktu masih kecil anak berbicara lebih egosentris yaitu berbicara dengan diri sendiri, ia tidak berniat berbicara dengan orang lain. Tetapi pada umur 6 atau 7 tahun anak mulai lebih komunikatif dengan teman-temannya.
Kebanyakan anak dalam budaya apapun mulai menguasai bahasa ibunya pada umur 4 tahun. Namun menurut Piaget, bahasa ucapan itu dipelajari dan bukan terjadi begitu saja. Motivasi anak mempelajari bahasa karena keinginan beradaptasi. Anak mengalami dengan mengucapkan satu kata, ia dapat berkomunikasi lebih efektif dengan orang tuanya, dan kebutuhan pribadinya terpenuhi. Akibatnya anak ingin lebih mengerti kata-kata yang lain supaya dapat lebih beradaptasi dengan lingkungan. Ini berarti bahasa ucapan mempunyai nilai langsung bagi hidupnya sehingga lebih sulit melupakan bahasa ibu yang dipelajari sejak kecil.
2) Penggunaan Bahasa
Ginsburg dan Opper (1988) membedakan penggunaan bahasa nonkomunikatif dan yang komunikatif. Ada tiga macam penggunaan bahasa yang nonkomunikatif:
a). Anak menirukan apa saja yang baru saja ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu pengulangan agar semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa disadari.
b). Anak berbicara sendirian (monolog). Anak suka berbicara sendirian sambil bermain.
c). Monolog ditengah kelompok teman-teman. Anak sering berbicara sendiri meskipun ia berada ditengah teman-temannya, tanpa bermaksud berhubungan dengan teman-teman yang lain.
Piaget memberikan arti bahasa monolog dalam dua hal:
a). Pemunculan harapan anak yang tidak terjadi. Anak menginginkan mempunyai mainan mobil-mobilan tetapi tidak terwujud. Lalu menganggap kotak biskuit sebagai mobil-mobilan.
b). Petunjuk bahwa kata dan tindakan seseorang belum terdeferensikan (terbedakan) secara penuh. Anak tidak membedakan antara realitas dan kata yang diucapkan.
Penggunaan bahasa yang lain adalah yang komunikatif. Anak-anak saling berbicara satu sama lain dan menanggapi apa yang dikatakan temannya, meskipun masih sering salah komunikasi.
Meskipun komunikatif, namun masih bersifat egosentris. Hal ini nampak dari beberapa unsur dalam bahasa anak:
a) Anak pada umur ini tidak mencoba memberikan bukti kepada orang lain tentang apa yang dikatakannya.
b) Anak tidak sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pemikiran yang berbeda dengan dirinya.
c) Anak tidak mengandaikan titik pandang orang lain. Ia bicara sendiri. Baginya yang ada adalah pandangannya sendiri.
d) Urutan ceritera anak masih kacau, dapat mulai yang terakhir atau sebaliknya. Kejadian diceriterakan tanpa urutan waktu secara sistematis.
e) Kausalitas dalam bahasa anak masih kacau, sering dua peristiwa yang tidak berhubungan digabung begitu saja.
f) Anak kadang-kadang melupakan pokok ceriteranya, tiba-tiba mengganti pembicaraan ditengah jalan atau selesai begitu saja. Ceritera anak terpotong-potong, tidak menyeluruh (Ginsburg & Opper, 1988).
3). Bahasa dan Pemikiran
Dengan bahasa pemikiran anak semakin diperluas. Piaget menyatakan terdapat 3 (tiga) perbedaan tingkah laku berdasarkan sensorimotor dengan bahasa representasional.
a). Urutan (sequence) dari pemikiran sensorimotor dibatasi oleh kecepatan tindakan sensorimotor, sehingga inteligensi sensorimotor sangat lambat. Bahasa membuat representasi inteligensi lebih cepat.
b). Adaptasi sensorimotor dibatasi dengan tindakan langsung seorang anak, sedangkan bahasa memungkinkan pemikiran dan adaptasi ke jarak yang lebih jauh dari tindakan sekarang (ruang dan waktu yang luas).
c). Inteligensi sensorimotor maju setapak demi setapak, sedangkan pemikiran dengan bahasa memungkinkan seorang anak berkembang dengan cepat.
Apakah dengan demikian bahasa menentukan pemikiran logis seseorang? Menurut Piaget bahasa tidak menentukan logika pemikiran anak, meskipun bahasa sangat penting. Studi tentang anak yang bisu tuli menunjukkan bahwa pemikiran logis anak tetap berkembang, meskipun bahasanya tidak berkembang.
4). Penalaran Anak pada umur 2 – 4 tahun
Terdapat 3 (tiga) macam penalaran dalam tahap PraOperasi (Ginsburg & Opper, 1988):
a). Penalaran merupakan ingatan singkat yang pernah dialami. Dalam menghadapi situasi yang pernah dialami, penalaran anak seperti yang pernah dialaminya secara nyata.
b). Keinginan anak dapat mengacaukan jalan pikiran.
Misalnya anak menginginkan jeruk, tetapi ibunya mengatakan “jeruknya masih hijau, belum matang”. Anak dapat menerima alasan ibunya. Pada waktu minum teh dan warnanya coklat, ia berteriak minta jeruk lagi. Ia berpikir boleh mendapatkan jeruk.
c). Transduktif (campuran antara deduktif dan induktif). Anak masih mencampurkan pemikiran deduktif dan induktif. Misalnya karena ia tidak tidur siang, maka berarti hari belum siang. Hari siang itu seakan-akan tergantung pada tidurnya anak.
c. Pemikiran Intuitif
Menurut Piaget (1981), pemikiran anak pada umur 4 sampai 7 tahun berkembang pesat ke arah konseptualisasi. Ia berkembang dari tahap simbolis dan prakonseptual ke permulaan operasional (pemikiran logis). Tetapi perkembangan itu belum penuh, karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap (masih semi simbolis) atau penalaran intuitif yang tidak logis. Anak masih mengambil keputusan hanya dengan “aturan-aturan intuitif” yang masih mirip dengan tahap sensorimotor.
Contoh lihat Gambar 3!.
Gelas A dan A1 sama besar dan volumenya. Anak disuruh memasukkan biji-bijian, sehingga tahu jumlah biji-bijian yang sama di A dan A1. Selanjutnya biji-bijian dari A1 dipindahkan ke B yang volumenya lebih besar dari A1 dan A tetap. Anak yang berumur 4 – 5 tahun mengatakan bahwa jumlah biji-bijian di B lebih sedikit daripada di A. Kemudian biji-bijian di B dipindahkan ke C yang lebih sempit dari B tetapi lebih tinggi.Anak ternyata mengatakan jumlah biji-bijian di C lebih banyak daripada di A karena ketinggiannya lebih daripada di A.
Disini anak hanya memperhatikan satu segi perbandingan, yaitu ketinggian gelas tanpa memperhatikan lebar atau luas gelas. Anak masih dipengaruhi pemikiran intuitif. Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tanpa dinalar lebih dulu. Begitu seorang anak berhadapan dengan sesuatu hal, ia mendapatkan gagasan dan langsung digunakan. Intuitif merupakan pemikiran imajinal atau sensasi langsung tanpa dipikir lebih dulu.
Kelemahan pemikirannya searah belum dapat berpikir dari berbagai segi dalam satu kesatuan. Mahasiswa ditugaskan mempresentasikan Ciri-ciri Pemikiran lain dari Tahap PraOperasi.
No comments:
Post a Comment