Memperoleh Bahasa
Plotnik menyatakan bahwa “Tahap-tahap bahasa menunjuk bahwa semua bayi-bayi berkembang melalui 4 periode atau tahap yang berbeda yaitu ocehan atau celotehan, kata tunggal, kombinasi dua kata, dan kalimat. Semua anak berkembang melalui 4 tahap tersebut dalam tugas yang sama, dan dalam setiap tahap anak-anak menunjukkan keterampilan bahasa yang baru dan lebih tinggi ” Language stages refer to all infants going through four different periods or stage-babbling, single word, two-word combinations, and sentences. All children go through these four stages in the same order, and in each stage, children show new and more complex language skills ” (Plotnik,2005:314)
a. Ocehan/Celotehan (Babbling)
Satu dari kunci ciri-ciri fisik dalam perkembangan manusia adalah bahwa bayi-bayi mulai membuat suara-suara sebelum mereka mengatakan kata-kata yang nyata. Anak-anak mengulang suara-suara yang sama terus menerus, dan suara-suara tersebut umumnya disebut ocehan/celotehan.
Ocehan/celotehan yang mulai sekitar 6 bulan, merupakan tahap awal dalam memperoleh bahasa. Ocehan/celotehan menunjuk pembuatan satu-suku kata suara-suara seperti “di di di” atau “ba ba ba” yang pada umumnya terdapat dalam semua bahasa (“Babbling, which begins at about 6 months, is the first stage in acquiring language. Babbling refers to making one-syllable sounds, such as “deedeedee” or “bababa”, which are most common across all languages”)
Ocehan/celotehan merupakan suatu contoh program “suara”bawaan dalam otak meliputi pembuatan dan pemrosesan suara-suara yang pada akhirnya digunakan untuk membentuk kata-kata. Peneliti-peneliti telah menemukan bahwa pada umur 6(enam) bulan bayi telah mempelajari untuk membedakan antara suara-suara, seperti suara ba dari pa dan membedakan suara-suara dalam bahasa asli mereka dari yang digunakan dalam bahasa asing.
Penemuan-penemuan ini mengindikasikan bahwa pada umur awal, bayi-bayi telah menjadi biasa membuat dan mendengarkan suara-suara dalam bahasa asli. Pada usia 9 bulan suara-suara celotehan mulai lebih menyerupai huruf hidup dan huruf mati dimana anak akan secara nyata menggunakan dalam percakapan dalam bahasa asli mereka.
b. Kata Tunggal (Single word)
Sebelum umur 1 tahun, seorang bayi biasanya menunjukkan suatu tingkah laku yang setiap orang tua tidak sabar menunggu untuk mendengar kata pertama dari anaknya. Pada sekitar umur 1(satu) tahun, bayi tidak hanya mulai memahami kata-kata tetapi juga mengatakan kata-kata tunggal.
Kata-kata tunggal menandai tahap ke dua dalam memperoleh bahasa, yang terjadi di sekitar umur satu tahun. Bayi-bayi menyuarakan kata-kata tunggal biasanya menunjukkan apa yang dapat mereka lihat, dengar atau rasa “Single words mark the second stage in acquiring language, which occurs at about 1 year of age. Infants say single words that usually refer to what they can see, hear, or feel” (Plotnik, 2005: 314).
Suatu kemampuan bayi-bayi menyusun suara-suara dalam kata-kata mulai sekitar 8(delapan) bulan dan merupakan hasil dari interaksi antara program otak bawaan dalam bahasa dan pengalaman bayi mendengarkan suara-suara.
c. Kombinasi Dua Kata (Two-Word Combinations)
Mulai sekitar umur 2(dua) tahun, anak-anak mulai menggunakan kata-kata tunggal yang telah dipelajari untuk membentuk kombinasi dua kata.
Kombinasi dua-kata menggambarkan tahap ke 3(tiga) dalam memperoleh bahasa, terjadi sekitar umur 2(dua) tahun. Kombinasi dua kata merangkai dua kata yang mengekspresikan bermacam-macam aktivitas (“Saya main”, “Lihat anak”) atau hubungan-hubungan (“Pukul bola,”Susu hilang”). “Two-words combinations, which represent the third stage in acquiring language, occur at about 2 years of age. Two-words that express various actions (“Me play”, “See boy”)or relationship (“Hit ball”, “Milk gone”) (Plotnik, 2005:315).
Menurut Pinker (1994) setiap dua kata memberikan suatu isyarat tentang apa yang anak katakan. Sebagai tambahan hubungan antara dua kata memberikan isyarat tentang apa yang anak komunikasikan. Sebagai contoh “See boy”
Kemampuan baru anak untuk berkomunikasi dilakukan dengan mengombinasikan dua kata dan mengubah tugasnya menandai permulaan mempelajari aturan-aturan dalam tata bahasa. Dari sekitar umur 2 tahun sampai remaja, seorang anak mempelajari suatu kata baku setiap 2 jam.
d. Kalimat-kalimat (Sentences)
Anak membuat suatu lompatan bahasa yang agak luas ketika mereka maju dari kombinasi dua kata yang sederhana ke penggunaan kalimat yang lebih luas dan lebih komplek.
Kalimat yang menunjukkan tahap ke 4 perolehan bahasa, terjadi sekitar umur 4 tahun. Jarak kalimat yang panjangnya 3 sampai 8 kata dan mengindikasikan pertumbuhan pengetahuan tentang aturan-aturan dalam tata bahasa “Sentences which” represent the fourth stage of acquiring language, occur at about 4 years of age. Sentences range from three to eight words in length and indicate a growing knowledge of the rules of grammar “(Plotnik, 2005:315).
Walapun kalimat-kalimat pertama anak-anak berbeda dari kalimat orang dewasa, dalam hal ini anak mungkin menghilangkan “kata-kata kecil” dan berbicara dalam pola yang disebut bicara telegrafik.
Bicara telegrafik adalah suatu pola khusus/tersendiri dari cara bicara dimana anak menghilangkan tulisan (the), kata depan (in, out), dan bagian dari kata kerja. “telegraphic speech is a distinctive pattern of speaking in which the child omits articles (the), prepositions (in, out), and part of verbs” (Plotnik, 2005:315).
Sebagai contoh seorang dewasa berkata “I am going to the store”. Seorang anak berumur 3 sampai 4 tahun mungkin menggunakan bicara telegrafik (menghilangkan tulisan / artikel) dan mengatakan “I go to store”
Aturan dasar tata bahasa adalah aturan-aturan mengombinasikan kata-kata benda, kata-kata kerja, kata sifat, dan bagian lain dari kempuan bicara sehingga membentuk kalimat yang berarti: “Basic rules of grammar are the rules combining nouns, verbs, adjective, and other part of speech to from meaningful sentences “ (Plotnik, 2005:315).
Pada waktu anak mempelajari aturan-aturan tata bahasa, mereka sering membuat kesalahan dari penggeneralisasian yang berlebihan. Penggeneralisasian yang berlebih berarti penerapan aturan tata bahasa pada kasus-kasus di mana itu seharusnya tidak digunakan “Overgeneralization means applying a grammatical rule to cases where it should not be used” (Plotnik, 2005:315).
Sebagai contoh setelah anak mempelajari aturan pembentukan kalimat lampau dari kata-kata kerja dengan menambahkan suara d pada akhir kata, ia mungkin melakukan generalisasi yang berlebih dan menambahkan huruf d pada kalimat lampau yang menggunakan irregular verbs / kata kerja yang tidak teratur, sebagai contoh “I goed to store” pada waktu anak masuk sekolah, mereka biasanya menggunakan dengan baik aturan-aturan umum bahasa mereka.
Fungsi konsep adalah untuk menggolongkan dan menglesifikasikan benda-benda dan kejadian-kejadian serta untuk pemecahan masalah (Walgito, 2004: 179, Plotnik, 2005: 306).
Menurut Prof Bimo Walgito terdapat 5 jenis konsep:
-a.Konsep sederhana,
-b.Konsep Kompleks,
-c.Konsep Konjungtif
-d.Konsep Disjungtif,
-e.Konsep Relational.
Menurut Atkinson dkk (1987: 392) membedakan konsep menjadi 2 jenis konsep:
-a. Konsep Klasik dan
-b. Konsep Probabilistik.
Isi dan luas konsep berbanding terbalik. Isi konsep berkaitan ciri dan sifat yang membentuk konsep, sedang luas berkaitan dengan pengertian-pengertian yang terkandung dalam suatu konsep. Contoh alat transportasi
Cara memperoleh konsep
a. Melalui Pengujian Hipotesis; mencari ciri-ciri yang sesuai dan menolak ciri-ciri yang tidak sesuai.
b. Melalui patokan/contoh yang khas. Contoh konsep perabot meliputi meja dan kursi. Kemudian konsep perabot digunakan sebagai patokan untuk menggolongkan contoh lain seperti bangku dan sofa ke dalam konsep tersebut (perabot).
c. Konsep ilimiah didapat melalui proses - Analisis, - Komparasi, -Abstarksi/ Kategorisasi, - Kesimpulan.
No comments:
Post a Comment