Metakognisi





Menurut Baker dan Brown (1984 dalam Hamilton & Ghatala, 1994: 132), ada dua macam tipe metakognisi, yaitu:
  1. Pengetahuan tentang kognisi (knowledge about cognition)
  2. Pengaturan kognisi (regulation of cognition)
Pengetahuan tentang kognisi meliputi pengetahuan seseorang tentang sumber daya (resources) kognisinya sendiri, dan kesesuaian antara karakter pribadi seseorang pembelajar dengan situasi belajar. Baker dan Brown berpendapat bahwa pengetahuan tentang kognisi bersifat stabil sepanjang waktu. Pengetahuan tentang kognisi merupakan suatu bentuk pengetahuan deklaratif. Baker dan Brown juga berpendapat bahwa pengetahuan kognisi seseorang berkembang terlambat dibandingkan usianya, dan menjadi lebih sempurna pada usia yang lebih tua (Baker & Brown, 1984: 354 dalam Hamilton & Ghatala, 1994: 132).

Sedang pengaturan kognisi merupakan mekanisme pengaturan diri yang digunakan oleh siswa yang aktif selama memecahkan masalah. Pengaturan kognisi meliputi aktivitas mengecek hasil dari setiap usaha memecahkan masalah, merencanakan aktivitas berikutnya, memonitor efektivitas dari setiap usaha dengan melakukan pengetesan, melakukan perbaikan dan evaluasi dari strategi belajar siswa (Baker & Brown, 1984: 354 dalam Hamilton & Ghatala, 1994: 132). Pengaturan kognisi bersifat tidak stabil, karena siswa mungkin menggunakannya dalam beberapa kesempatan tetapi tidak dalam kesempatan lain. Pengaturan kognisi merupakan bentuk pengetahuan prosedural. Walaupun pengaturan kognisi lebih sering digunakan oleh anak yang lebih tua atau orang dewasa, tetapi anak muda dapat mengatur aktivitasnya sendiri pada masalah yang sederhana.

Donald Miechenbaum dan koleganya menguraikan metakognisi sebagai ”kesadaran seseorang tentang proses kognisi mereka sendiri dan bagaimana proses itu bekerja” (“awarness of their own cognitive machinery and how the machinery works”) (Miechenbaum dkk, 1985: 5 dalam Woolfolk, 1998: 267). Secara harfiah metakognisi berarti kognisi tentang kognisi – atau pengetahuan tentang pengetahuan (“cognition about cognition – or knowledge about knowledge”) Pengetahuan tersebut digunakan untuk memonitor dan mengatur proses kognisi yaitu: penalaran, pemahaman, pemecahan masalah, pembelajaran dan lain sebagainya.

Pemrosesan Informasi



Dalam pemrosesan informasi, dijelaskan oleh Howard (1983) dan Atkinson & Shiffrin (dalam Berk, 1989, dalam Djiwatampu, 1993) bahwa pemrosesan informasi terdiri 3 subsistem yaitu
  1. register sensorik (sensory registers), 
  2. memori yang bekerja (working memory) atau memori jangka pendek (short-term memory) dan 
  3. memori jangka panjang (long-term memory). 
Fungsi register sensorik adalah menyimpan informasi walaupun dengan durasi waktu yang sangat singkat. Fungsi memori yang bekerja adalah menyimpan informasi dalam waktu yang lebih lama; terutama bila dilakukan latihan (rehearsal), maka informasi tidak mudah dilupakan. Penyimpanan informasi tidak dalam bentuk aslinya, tetapi dengan pengkodean (coding).

Memori jangka panjang berfungsi menyimpan informasi secara permanen (tetap), dan fungsi paling pentingnya adalah melakukan semantik (semantic) atau pemberian makna terhadap suatu memori. Di samping itu juga memori jangka panjang berfungsi melakukan pengkodean (coding) dan berfungsi sebagai prosedur (procedures) atau proses kontrol.

Fungsi sebagai prosedur ini dapat disamakan dengan komputer. Komputer tidak hanya berfungsi menyimpan data tetapi juga sebagai program memanipulasi data sehingga memori jangka panjang mampu memecahkan masalah dalam berbagai bidang. Atau dengan kata lain melakukan proses kontrol (control processes) yang dapat dianalogikan dengan program komputer yang mengontrol alur informasi sehingga informasi disimpan dalam memori jangka panjang, dan dapat digunakan bila diperlukan.

Memori jangka panjang juga merupakan strategi memecahkan masalah, mengingat kembali (recalling), memahami dan menghasilkan bahasa. Dalam pemrosesan informasi ini ada fungsi yang lain lagi yang disebut pengenalan pola (pattern recognation) yang intinya berfungsi melakukan identifikasi susunan stimulus sensorik yang kompleks.

Hukum Sebab-Akibat


Ilmu pengetahun pada dasarnya bertujuan untuk mengkasj hubungan khusus antara peristiwa tertentu dengan peristiwa lainnya. Ilmu pengetahuan ilmiah bertujuan untuk menjelaskan berbagai peristiwa atau fenomena alam. Yang mau dijelaskan adalah
  • apakah ada kaitan antara peristiwa yang satu denga peristiwa yang lain? Mungkin nampak peristiwa-peristiwa berdiri sendiri-sendiri, namun sebenarnya punya kaitannya. 
  • Di sini dijelaskan: apa hubungan atau kaitan tersebut? Contoh: buku jatu dan bunyi hentakan yang mengagetkan, besi berkarat dan udara lembab, air mendidi dan lilin yang mencair. Setelah diteliti dengan saksama, maka ada kaitan erat antara keduanya. 
Kalau peristiwa yang satu terjadi pasti peristiwa lain pun terjadi. Atau kalau peristiwa itu terjadi, maka peristiwa yang lain pasti sudah lebih dulu terjadi. Hubungan antar peristiwa satu yang menyebabkan peristiwa lain di sebut hubungan sebab-akibat.
Dengan kata lain, ilmu pengetahuan sebenarnya meneliti hubungan sebab akibat yang terjadi dalam alam semesta ini atau dalam diri manusia. Hubungan ini punya sifat pasti karena kalau peristiwa tertentu itu terjadi pasti yang lain akan menyusul. Dan dalam ilmu pengetahuan hubungan ini disebut sebagai hukum. Jadi, mengkaji hubungan sebab akibat antara berbagai peristiwa disebut juga mengkaji hukum ilmiah.

Dark Psychology (Narsissism)

Orang narsisis dikategorikan sebagai orang yang memiliki gambaran berlebihan tentang dirinya dan sering kecanduan berfantasi tentang dirinya...